Tari Cokek Versi Betawi

Foto: http://www.satuharapan.com/
Tari Cokek merupakan tarian yang berasal dari budaya Betawi tempo dulu. Dewasa ini orkes gambang kromong biasa digunakan untuk mengiringi tari pertunjukan kreasi baru, seperti tari Sembah Nyai, Sirih Kuning dan sebagainya, di samping sebagai pengiring tari pergaulan yang disebut tari cokek. Tari cokek ditarikan berpasangan antara laki-laki dan perempuan. Tarian khas Tangerang ini diwarnai budaya etnik Cina. Penarinya mengenakan kebaya yang disebut cokek. Tarian cokek mirip sintren dari Cirebon atau sejenis ronggeng di Jawa Tengah. Tarian ini kerap identik dengan keerotisan penarinya, yang dianggap tabu oleh sebagian masyarakat.


Pembukaan pada tari cokek ialah wawayangan. Penari cokek berjejer memanjang sambil melangkah maju mundur mengikuti irama gambang kromong. Rentangan tangannya setinggi bahu meningkah gerakan kaki.

Setelah itu mereka mengajak tamu untuk menari bersama, dengan mengalungkan selendang. pertama-tama kepada tamu yang dianggap paling terhormat. Bila yang diserahi selendang itu bersedia ikut menari, maka mulailah mereka ngibing; menari berpasang-pasangan. Tiap pasang berhadapan pada jarak yang dekat tetapi tidak saling bersentuhan. Ada kalanya pula pasangan-pasangan itu saling membelakangi. Kalau tempatnya cukup leluasa biasa pula ada gerakan memutar dalam lingkaran yang cukup luas. Pakaian penari cokek biasanya terdiri atas baju kurung dan celana panjang dari bahan semacam sutera berwarna.

Ada yang berwarna merah menyala, hijau, ungu, kuning dan sebagainya, polos dan mencolok. Di ujung sebelah bawah celana biasa diberi hiasan dengan kain berwarna yang serasi. Selembar selendang panjang terikat pada pinggang dengan kedua ujungnya terurai ke bawah rambutnya tersisir rapih licin ke belakang. Ada pula yang dikepang kemudian disanggulkan yang bentuknya tidak begitu besar, dihias dengan tusuk konde bergoyang-goyang.

Sejarah Tari Cokek Betawi
Kata Cokek berasal dari bahasa Cina : Cio Kek, artinya penari dan penyanyi. Tari cokek diiringi musik gambang kromong. Dalam sejarah kesenian Betawi, Cokek merupakan salah satu hiburan unggulan. Selain luas penyebarannya juga dengan cepat banyak digemari masyarakat Betawi kota sampai warga Betawi pinggiran. Pada saat itu hampir setiap diselenggarakan pesta hiburan, baik perayaan jamuan perkawinan hingga pesta pengantin sunat, selalu menampikan Cokek sebagai hiburan untuk para tamu undangan. Selain itu pada perayaan pesta rakyat juga kerap kali menghadirkan para penari Cokek yang selalu mempertunjukan kepiawaiannya menari sambil menyanyi. Kelihatannya kurang lengkap jika penari cokek sekadar menari. Karenanya dalam perkembangan selain menari juga harus pintar olah vokal dengan suara merdu diiringi alunan musik Gambang Kromong.

Dalam buku “Ikhtisar Kesenian Betawi” edisi Nopember 2003 terbitan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Propinsi DKI Jakarta, yang ditulis oleh H. Rachmat Ruchiyat, Drs. Singgih Wibisono dan Drs. H. Rachmat Syamsudin, tidak menyebutkan sejak kapan jenis tarian Cokek itu muncul ke permukaan. Tidak disebutkan pula secara jelas siapa tokoh atau pelaku pertama yang memperkenalkan tarian egal-egol sembari menggoyang-goyangkan pinggulnya yang “kenes”. Tentulah ada kegenitan lain yang dimunculkan oleh para penari tersebut untuk menarik lawan jenisnya, Ditambah kerlingan mata sang penari yang indah memikat para tamu lelaki untuk ikutan ngibing berpasangan di panggung atau pelataran rumah warga. Orang Betawi menyebut Tari Ngibing Cokek. Selama ngibing mereka disodori minuman tuak agar bersemangat. Mirip dengan Tari Tayub dari Jawa Tengah.

Dari berbagai sumber yang dapat dipercaya, tari Cokek pada zaman dahulu dibina dan dikembangkan oleh tuan-tuan tanah Cina yang kaya raya. Jauh sebelum Perang Dunia ke II meletus tari Cokek dan musik Gambang Kromong dimiliki cukong-cukong golongan Cina peranakan. Cukong-cukong peranakan Cina itulah yang membiayai kehidupan para seniman penari Cokek dan Gambang Kromong. Bahkan ada pula yang menyediakan perumahan untuk tempat tinggal khusus mereka. Di zaman merdeka seperti sekarang ini, tidak ada lagi yang secara tetap menjamin kehidupan dan kesejahteraan mereka. Walaupun saat ini ditangani  kantor Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Propinsi DKI Jakarta, namun cara pembinaannya masih belum maksimal. Sehingga kesenian Cokek sekarang sepertinya berada di ujung tanduk, hidup enggan mati pun tak mau. [Tjok Hendro -  www.tamanismailmarzuki.com.]

Tari cokek merupakan tari pergaulan dan hiburan. Beberapa penari wanita memberikan selendang kepada tetamu. Pemberian selendang itu sebagai tanda bahwa tamu diajak menari. Penari dan tamu menari saling berhadapan dengan jarak sangat dekat tapi tidak bersentuhan. Penari lebih banyak bergerak di tempat atau maju mundur. Gerakan lain saling membelakangi. Selesai menari tamu yang diajak menari memberikan hadiah uang kepada penari. Dahulu penari cokek memakai busana celana panjang dan kebaya. Rambutnya ditata kepang dua. Kini penari cokek memakai kain batik, kebaya encim atau kebaya biasa dengan rambut terurai lepas. [  http://persada-etnika.com/?p=261 ]

[ Sumber: wikipedia & berbagai sumber ]
Tags: