Letusan Raksasa Gunung Tambora di Pulau Sumbawa


Letusan raksasa Gunung Tambora di Pulau Sumbawa yang terjadi pada tanggal 9 April 1815 melontarkan + 50 km3 material magmatik ke udara (dari total + 150 km3 material produk letusan 1815), dan endapan jatuhan piroklastiknya menyebar hingga ke Pulau Kalimantan dan Jawa, atau lebih dari 1300 km dari pusat erupsi. 

Erupsi gunung api ini menyisakan kaldera berdiameter 6 sampai 7 km dengan kedalaman 1100 - 1300 m dari bibir kaldera (Gambar 4). Sebelum letusan 1815 tinggi gunung api ini diperkirakan mencapai 4000 m di atas permukaan laut (Stothers, 1984; Sigurdsson & Carey, 1989).

Berdasarkan kajian citra satelit, penelitian di lapangan dan studi pustaka, produk erupsi Gunung Tambora (1815) menyelimuti hampir seluruh permukaan semenanjung Tambora, yang terdiri atas endapan awan panas letusan yang menyebar hingga mencapai pantai Sanggar, Kananga, dan Doropeti, atau lebih kurang 30 km dari pusat erupsi (Sigurdsson & Carey, 1989; Kartadinata, 1997; Sutawidjaja drr., 2005). Letusan ini menyebabkan jatuhnya korban 92.000 orang meninggal dunia (12.000 jiwa adalah korban akibat awan panas letusan, dan 80.000 jiwa lainnya merupakan korban karena menderita kelaparan akibat kerusakan lahan pertanian).

Dampak letusan Gunung Tambora (1815) sangat merusak, baik di sekitar tubuh gunung api tersebut (awan panas letusan), di daerah dan pulau-pulau  sekitarnya (jatuhan piroklastika), maupun dampak global yang mempengaruhi iklim dunia (abu-halus yang menembus stratosfer), yang menurunkan temperatur di belahan bumi bagian utara. Diyakini bahwa erupsi gunung api ini pada tahun 1815 mengakibatkan terjadinya bencana kelaparan di benua Eropa, akibat gagal panen yang dipicu tidak terjadinya musim panas pada tahun 1815 (Stother, 1984; Sutawidjaja drr., 2005 ).