Menyesal Memilih Jokowi

OLEH; PANDJI PRAGIWAKSONO 
(Penyiar radio, presenter televisi, penulis buku, penyanyi rap, dan komika)

 SEBELUM saya mulai, ada baiknya anda baca dulu apa yang ada di kepala saya tentang Jokowi, yang pernahsaya tulis 2 Juni 2014 di sini. Lalu di jeda 21 hari, ini pendapat saya akan Jokowi. Nah, sekarang mari kita bahas realitanya. Apa saja yang sudah terjadi semenjak keluarnya tulisan itu dan juga apa yang terjadi di pemerintahan Jokowi.

Yang Mengecewakan:
Puan Maharani
Mungkin bukan Puan secara spesifik. Tapi, Puan sudah menjadi semacam simbol pembagian jatah politik yang sebelumnya sempat digadang-gadang tidak akan dilakukan Jokowi. Ibu Puan dengan segala hormat mungkin tidak perlu menjelaskan kepada Jokowi, tapi publik gagal menemukan kepantasan beliau dalam jabatan Menko. Terkait hal ini, di sosial media ada kubu yang secara konsisten menyindir fakta bahwa Jokowi ternyata bagi-bagi kue kepada partai-partai. Siapakah mereka? Ya lihat saja yang tidak mendapat jatah siapa.
Jaksa Agung HM Prasetyo
Kini kejaksaan agung dianggap rawan intervensi politik. Maklum, Prasetyo orang Nasdem. Tidak diperiksa KPK dan PPATK dahulu (mungkin Jokowi sempat diberikan catatan KPK dan PPATK, tapi publik tidak tahu, bisa jadi) dan walaupun dianggap banyak orang tidak ada dosanya, tapi juga tidak punya prestasi yang membuatnya layak jadi Jaksa Agung. Karenanya wajar orang merasa, lagi-lagi ini jatah politik.
Pollycarpus 
Mungkin bukan Pollycarpus-nya yang jadi fokus karena bagaimanapun, Polly keluar lewat prosedur dan tata cara yang sah. Tapi Polly menjadi simbol akan lalainya Jokowi terhadap janji penuntasan kasus HAM. Apalagi dengan Muchdi PR yg erat dikaitkan dengan pembunuhan Munir masih “mondar-mandir” di sekitar Jokowi. Sementara setiap kamis, Aksi Kamisan tak putus dengan pesan dan payung hitam di depan istana Presiden. Hingga muncul kejelasan.
Wantimpres
Ini juga sangat penting. Bayangkan, 9 orang menjadi Dewan Pertimbangan Presiden. Artinya, setiap kali Jokowi butuh arahan/usulan/bahan pertimbangan terkait pengambilan keputusan dan penyikapan isu, Jokowi akan bertanya kepada sebuah dewan yang 6 dari 9 orang berasal dari partai pendukungnya. Salah satunya Jan Darmadi dari Nasdem yang disebut sebagai mantan bos judi. Kenapa mantan? Karena Jan Darmadi adalah pengusaha rumah-rumah judi besar di Jakarta, ketika Ali Sadikin masih menjabat gubernur Jakarta yang waktu itu mengijinkan perjudian dan menarik pajak judi untuk pembangunan Jakarta. Dia sebelumnya juga menjalankan Porkas dan SDSB hingga akhirnya ditutup pemerintah yang kemudian melarang perjudian. Terus terang saya pribadi masih bingung dengan masalah wantimpres. Karena mereka hanya bisa beri rekomendasi dan keputusan tetap di tangan Jokowi. Kalau saya jadi Jokowi, saya butuh mendengar pendapat dari sisi yang tertutup baying-bayang. Tapi itu saya. Entah apa pertimbangan Jokowi dalam memilih 9 nama tadi. Tapi yang pasti, kontrol rakyat harus tetap pada Jokowi.
Nah yang paling hangat, Kapolri
Ini benar-benar mengecewakan banyak orang. Budi Gunawan (BG) sudah pernah dapat rapor merah KPK. Jokowi tahu. Jokowi menerima laporan tersebut saat penyusunan kabinet. Tapi tanpa nama lain dan tanpa konsultasi dengan KPK dan PPATK, Jokowi mengajukan BG menjadi Kapolri. Yang lucu, SEMUA di DPR setuju (kecuali demokrat). Semua lho. Baik yang di kubu KMP maupun KIH. Semua setuju BG menjadi Kapolri. PDIP, PKS, Gerindra, Golkar, Hanura, Nasdem, dll… Semua setuju. Kompak bener nih.Tumben.
KPK akhirnya menjadikan BG sebagai tersangka. Lalu dimulailah drama KPK versus Polri. Samad terkena kasus, Badrodin (plt Kapolri sementara selama kasus BG di proses KPK) terindikasi mempunyai rekening lebih gendut dari BG, Bambang Widjoyanto (BW) ditangkap polisi ketika mengantar anaknya yang masih SD ke sekolah. Kemudian muncul sang pelapor BW yaitu mantan anggota DPR RI dari PDIP lulusan SMEA bernama Sugianto Sabran. Dia pernah terlibat kasus pembalakan liar, dan pernah dilaporkan dalam kasus penyiksaan aktivis. Dia bahkan memotong tangan aktivis Faith Doherty dari Enviromental Investigation Agency dan menyebabkan seorang aktivis Ruwidrijanto menjadi korban. Dia juga terlibat dalam kasus penganiayaan wartawan tabloid Abi Kusno Nachran yang notabene kakeknya sendiri. Pusing kan? Setelah melewati pemeriksaan panjang, BW dilepas Polri.
Jokowi? Sempat muncul sebagai cameo dalam drama ini dengan menyatakan bahwa semua pihak harus menghormati proses hukum yang berlangsung.
Sementara semua orang fokus terhadap drama ini, pertanyaan besar yang tidak dibahas banyak orang adalah mengapa Jenderal Pol Sutarman diberhentikan dari jabatan Kapolri? Masa jabatan Sutarman belum selesai hingga oktober 2015. Beliau tidak sakit dan tidak terkena kasus. Tapi sebelum usai masa jabatan, langsung diganti. Bahkan ketika BG tidak jadi dilantik, Jokowi malah memilih menunjuk Badrodin sebagai plt Kapolri dibanding mempertahankan Sutarman hingga akhir masa jabatan. Kenapa? Jawabannya bisa membuka banyak hal termasuk terkait KPK.
Sekarang kita tinggalkan sejenak yang pusing-pusing dan membahas yang satu ini.
Yang Melegakan:
Pengurangan subsidi BBM untuk infrastruktur. Kenaikan BBM akibat pengurangan subsidi sudah langkah yang tepat. Kalau Jokowi hanya peduli dengan citranya, dia tidak akan naikkan harga BBM di awal masa kepresidenan. Tapi toh tetap dia lakukan karena dia peduli sekali dgn Indonesia yang jelas sekali butuh margin pengurangan subsidi utk infrastruktur yang akan meringankan beban rakyat kecil. Seperti yang sudah saya bahas di sini sejak lama
Mas Anies menjadi Menteri Pendidikan sesuai prediksi di tulisan saya di atas. Hasil sejauh ini sangat menyenangkan. Unas yang begitu meresahkantidak lagi menjadi syarat kelulusan. Kurikulum 2013 yang membuat bingung murid, orang tua, guru dan sekolah dibatalkan untuk mayoritas sekolah dan hanya sedikit yang jadi percontohan
Mengembalikan persatuan antar umat beragama seperti yang pernah saya jelaskan di sini.
Belum lagi Menteri Agama yang menyegarkan dan mendamaikan dengan ikut mengucapkan selamat natal. Juga Ibu Susi yang tegas dan lugas menghajar pencuri ikan di perairan kita.
***
Setelah semua yang sudah kita bahas di atas, bagaimana penilaian saya terhadap Jokowi?
Terus terang, hiburan saya belakangan ini adalah orang-orang yang mentionsaya di twitter menyindir “Kok mengkritik Jokowi? Udah gak mendukungya? Menyesal ya?” Karena pertanyaan itu, tanpa mereka sadari, membongkar borok mereka sendiri.
Kenapa dulu mendukung dan sekarang mengkritik Jokowi?
Lah emang kalo presiden anda yang terpilih dan kemudian berbuat salah, apakah anda tidak mengkritiknya? Begitukah prinsip anda? Untung pilihan anda gak menang. Bahaya sekali menutup mata dan membuang muka setelah memilih Presiden. Kelakuannya seperti anak yang baru ikutan pemilu. Memilih lalu berpikir tanggung jawabnya berhenti di situ. Atau anda yakin sekali jika yang terpilih Presiden pilihan anda, dia PASTI tidak akan berbuat salah? Naif sekali.
Kalo pertanyaannya menyesal atau tidak milih Jokowi, jawabannya terlalu gampang.
Pilihannya saat itu hanya Jokowi dan Prabowo. Terlalu mudah. Jelas Jokowi-lah pilihannya. Apalagi sampai hari ini belum ada yang mampu menjawab pertanyaan saya di akhir tulisan ini dengan lugas dan jelas
Lagipula menanyakan apakah saya menyesal atau tidak adalah hal yang lucu. Karena sama sekali saya tidak punya pemikiran itu. Lah memang mereka kalau memilih Presiden kemudian keadaan tidak berjalan dengan keinginan mereka, mereka akan menyesal? Saya pernah menulis di Januari 2009, 6 tahun yang lalu, bahwa menyesal adalah sifat pecundang.
Jaman sekarang, menyikapi politik itu harus realistis. Termasuk menyikapi Presidennya. Presiden bagaikan CEO-nya politisi. Dia adalah politisi terbaik sehingga bisa memuncaki jabatan tertinggi. Maka naif jika kita berharap Presiden Jokowi adalah aktivis dan negarawan. It doesn’t even exist anymore in this modern time governmental playbook.
Yang Jokowi lakukan, serupa dengan apa yang SBY lakukan. Yaitu berkompromi. Seperti yang pernah saya tulis di sini. Beda dengan SBY, Jokowi memilih fokus pembangunan di sektor lain. Tapi sama-sama melakukan kompromi. Ya memang begitu cara mainnya. Cara Jokowi bisa sampai posisi ini pun memang begitu. Semua Presiden jaman sekarang juga pasti begitu. Tahu siapa yang gak begitu caranya, yang mejadi Presiden tapi bukan politisi? Gus Dur. Pada akhirnya, beliau dipaksa turun karena berkuasa tanpa kompromi. Walau ada beberapa perubahan di masa kerjanya, tapi tidak seberapa dibanding jika beliau bisa menyelesaikan periode kepresidenannya. Apalagi melanjutkan ke periode selanjutnya.
Saya sebenarnya senang dengan kondisi sekarang. Kalau pemerintahan Jokowi adem ayem, maka pasti ada yang salah. Ramainya gejolak pemerintahan Jokowi adalah karena beliau sedang mengguncang keadaan.The President is shaking things up. Dan itu hal yang benar. Dan berani.
Dan membuat saya tidak menyesal memilih Jokowi. (*)
Tags: