Atas nama kita menyiarkan dengan seksama
Kemerdekaan kita di hadapan dunia.
Rasanya, Gaung pekik merdeka kita
Masih memantul-mantul tidak hanya
Dari mulut-mulut para jurkam PDI saja.
Rasanya, Baru kemarin
Padahal sudah setengah abad lamanya
Pelaku-pelaku sejarah yang nista dan yang mulia, sudah banyak yang tiada.
Penerus-penerusnya, Sudah banyak yang berkuasa atau berusaha
Tokoh-tokoh pujaan maupun cercaan bangsa, sudah banyak yang turun tahta
Taruna-taruna sudah banyak yang jadi petinggi negeri
Mahasiswa-mahasiswa yang dulu suka berdemonstrasi, sudah banyak yang jadi menteri
Rasanya, Baru kemarin
Padahal sudah setengah abad lamanya
Tokoh-tokoh angkatan 45 sudah banyak yang koma
Tokoh-tokoh angkatan 66 sudah banyak yang terbenam
Rasanya, Baru kemarin
Letkol Suharto sudah menjadi sesepuh negara-negara sahabat
Wartawan Harmoko sudah menjadi pengatur suara rakyat
Waperdam Subandrio sudah hidup kembali
Menjadi pelajaran bagi setiap penguasa
Engkoh Eddy Tanzil sudah tak berkolusi lagi
Menjadi renungan bagi setiap pengusaha
Ibu Dewi sudah kembali
Menjadi penglipur
Buldozer Amir Mahmud kini Sudah tergusur
Oom Liem dan kawan-kawan sudah menjadi dewa-dewa kemakmuran
Bang Zainuddin dan rekan-rekan sudah menjadi hiburan
Pak Domo yang mengerikan, sudah berubah menggelikan
Bang Ali yang menentukan, Sudah berubah mengasihankan
Genduk Megawati yang gemulai, Sudah menjadi pemimpin partai
Ismail Hasan Metarium yang santai, Sudah menjadi politisi piawai
Gusti Mangkubumi di Yogya, Sudah menjadi raja dan ketua golongan karya
Gus Shohib yang sepuluh anaknya, Sudah menjadi pahlawan keluarga berencana
(Hari ini, ingin rasanya Aku bertanya kepada mereka semua;
Bagaimana rasanya Merdeka?)
Rasanya, Baru kemarin
Padahal sudah setengah abad kita Merdeka
Jenderal Nasution dan Jenderal Yusuf yang pernah jaya, Sudah menjadi tuna karya
Ali Murtopo dan Sudjono Humardani yang sakti, Sudah lama mati
Pak Umar dan pak Darmono yang berdaulat, Sudah kembali menjadi rakyat
Pak Mitro dan pak Beni yang perkasa, Sudah tak lagi punya kuasa
Rasanya, Baru kemarin
Padahal sudah setengah abad kita Merdeka
Kiai Ali dan Gus Yusuf yang agamawan, Sudah menjadi priyayi
Danarto dan Umar Kayam yang seniman, Sudah menjadi kiai
Gus Dur dan Cak Nur yang pintar, Sudah berkali-kali mengganti kacamata
Rendra dan Emha yang nakal, sudah berkali-kali mengganti cerita
Goenawan sudah terpojok kesepian
Arief Budiman sudah berdemonstrasi sendirian
Romo Mangun sudah terbakar habis rambutnya
Tardji sudah menjalar-jalar janggutnya
(Hari ini ingin rasanya, Aku bertanya kepada mereka semua;
Sudahkah kalian Benar-benar merdeka?)
Rasanya, Baru kemarin
Padahal sudah setengah abad lamanya
Negara sudah semakin kuat
Rakyat sudah semakin terdaulat
Rasanya, Baru kemarin
Pejuang Marsinah sudah berkali-kali, Kuburnya digali tanpa perkaranya terbongkar
Preman-preman sejati sudah berkali-kali, Diselidiki dan berkas-berkasnya selalu terbakar
Rasanya, Baru kemarin
Banyak orang pandai sudah semakin linglung
Banyak orang bodoh sudah semakin bingung
Banyak orang kaya sudah semakin kekurangan
Banyak orang miskin sudah semakin kecurangan
Rasanya, Baru kemarin
Banyak ulama sudah semakin dekat kepada pejabat
Banyak pejabat sudah semakin erat dengan konglomerat
Banyak wakil rakyat sudah semakin jauh dari umat
Banyak nurani dan akal budi sudah semakin sekarat
(Hari ini ingin rasanya, Aku bertanya kepada mereka semua;
Sudahkah kalian benar-benar merdeka?)
Rasanya, Baru kemarin
Pembangunan ekonomi kita sudah sedemikian laju
Semakin jauh meninggalkan pembangunan akhlak
yang tak kunjung maju
Anak-anak kita sudah semakin mekar tubuhnya
Bapak-bapak kita sudah semakin besar perutnya
Rasanya, Baru kemarin
Padahal sudah setengah abad kita merdeka
Kemajuan sudah menyeret dan mengurai
Pelukan kasih banyak ibu-bapa
Dari anak-anak kandung mereka
Kemakmuran duniawi sudah menutup mata
Banyak saudara terhadap saudaranya
Daging sudah lebih tinggi harganya, dibanding ruh dan jiwa
Tanda gambar sudah lebih besar pengaruhnya, dari bendera merah putih dan lambang garuda
Rasanya, Baru kemarin
Padahal sudah setengah abad kita merdeka
Pahlawan-pahlawan idola bangsa
Seperti Pangeran Diponegoro
Imam Bonjol, dan Sisingamangaraja
Sudah dikalahkan oleh Kesatria Baja Hitam dan Kura-kura Ninja
Rasanya, Baru kemarin
Orangtuaku sudah pergi bertapa
Anak-anakku sudah pergi berkelana
Kakakku sudah menjadi politikus
Aku sendiri sudah menjadi tikus
(Hari ini setelah setengah abad merdeka
Ingin rasanya aku mengajak kembali Mereka semua yang kucinta
Mensyukuri lebih dalam lagi
Rahmat kemerdekaan ini
Dengan meretas belenggu tirani
Diri sendiri
Bagi merahmati sesama)
Rasanya, Baru kemarin
Ternyata
Sudah setengah abad kita Merdeka
(Ingin rasanya Aku sekali lagi menguak angkasa
Dengan pekik yang lebih perkasa: Merdeka!)
11 Agustus 1995
KH. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) yang lahir di Rembang, Jawa Tengah, 10 Agustus 1944 ini adalah pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang.Selain aktif dalam organisasi PBNU dan salah seorang pendeklarasi Partai Kebangkitan Bangsa, Gus Mus juga dikenal sebagai penyair yang banyak menciptakan puisi.
Selain itu, Gus Mus juga dikenal sebagai budayawan dab banyak menulis buku atau kolom dalam media massa. Karya-karyanya yang telah diterbitkan, antara lain, Dasar-dasar Islam (terjemahan, Penerbit Abdillah Putra Kendal, 1401 H), Ensklopedi Ijma' (terjemahan bersama KH. M.A. Sahal Mahfudh, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1987), Antalogi Puisi (Prima Pustaka Yogya, 1993), Mutiara-mutiara Benjol (Lembaga Studi Filsafat Islam Yogya, 1994), Rubaiyat Angin dan Rumput (Majalah Humor dan PT. Matra Media, Cetakan II, Jakarta, 1995), Pahlawan dan Tikus (kumpulan pusisi, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1996),