Kereta Api Jakarta-Surabaya Tempo Doeloe


Perusahaan kereta api negara masa kolonial Belanda, Staatspoorwegen (SS), sudah menyediakan sarana transportasi kereta api jurusan Batavia dan Soerabaja mulai tahun 1894. Jasa angkutan kereta ini untuk melayani para pengusaha terutama orang-orang Eropa. Walau tergolong sebagai kereta api cepat di masa itu,  jarak Soerabaja ke Batavia pada awalnya harus ditempuh selama 2 hari perjalanan(28-29 jam sampai 32,5 jam). Namun dengan berbagai upaya, kereta api jurusan Batavia - Soerabaja akhirnya bisa berkembang menjadi kereta api tercepat di Asia. Kenapa bisa demikian?

Jalur rel yang berliku-liku di Preanger(Parahyangan) menjadi salah astu penyebab lamanya perjalanan kereta api(source:KITLV)
Lamanya waktu perjalanan kereta api Soerabaja ke Batavia kala itu dipengaruhi beberapa faktor. Salah satunya kereta api tidak diperbolehkan berjalan di malam hari karena faktor alasan keamanan misalnya jalurnya yang tidak berpagar, bahaya tanah longsor sampai hujan tropis. Faktor lainnya adalah SS juga belum mempercayai kaum pribumi menjadi staf dan pengatur lalu-lintas kereta api untuk mengoperasikan keretanya di waktu malam. Sehingga, semua kereta api berhenti beroperasi jam 6 atau jam 7 malam.

Prosedur ini terus berlanjut sampai tahun 1918. Di era tersebut SS menjalankan kereta api “Java Expres” Soerabaja – Batavia, kereta api dari Soerabaja sesampainya di Bandoeng hari sudah gelap sehingga para penumpang menginap di hotel terdekat dari stasiun. Baru keesokan harinya melanjutkan perjalanan ke Batavia. Begitu juga untuk kereta api dari Batavia sesampainya di Djogjakarta harus berhenti dan menginap untuk  melanjutkan perjalanan pagi harinya ke Soerabaja. Tak hanya itu, pada jalur lintas Djogjakarta-Soerakarta memiliki perbedaan gauge(lebar sepur) membuat penumpang harus oper dari kereta SS ke kereta api milik NIS yang lebar sepurnya 1435 mm. Perjalanan ini adalah suatu kemajuan hebat mengingat sebelum adanya kereta api di Djawa perjalanan kedua kota besar tersebut memakan waktu 2 minggu karena menggunakan dokar dan pedati.

Tak berselang lama kemudian pada 6 Februari 1896 lama perjalanan berkurang menjadi 24 jam. Jadi Soerabaja-Maos bisa ditempuh dalam sehari dan Maos-Batavia di hari berikutnya, demikian untuk sebaliknya. Selain penumpang, angkutan barang juga perlu dipindahkan di Djogja dan Solo karena pergantian kereta api. Seorang pimpinan SS, J.K. Kempees pernah mengharapkan andai saja bisa dilakukan pembangunan jalur kereta api oleh SS lintas Soerabaja-Semarang-Cheribon-Batavia agar dapat dipercepat tetapi tidak pernah terealisasi karena adanya UU Jalur trem yang memungkinkan operasional jalur Semarang-Cirebon sebagai jalur trem.

Dibukanya jalur baru dari Cheribon – Proepoek – Poerwokerto – Kroja pada 1 Januari 1917 membuat waktu tempuh dapat dipersingkat menjadi 17 jam, dikarenakan kereta api dari dan ke Batavia tidak perlu lagi melintasi jalur Parahyangan sampai Bandoeng yang medannya berat. Tahun 1920an SS melakukan proyek besar diantaranya memasang jalur rel selebar 1067 mm disamping jalur NIS Djogjakarta – Soerakarta dan pengembangan stasiun Batavia Zuid(sekarang stasiun Jakartakota), selain itu didatangkan pula lokomotif-lokomotif uap baru yang lebih cepat dan bertenaga. Akhirnya tahun 1929 selesai sudah proyek tersebut.

Kereta Api Express Tercepat Asia
Untuk merayakan selesainya pemasangan lintas Djogja – Solo tadi, diluncurkan kereta api “Eendaagsche Expres” yang merupakan kereta cepat Soerabaja – Batavia kelas mewah. Kereta ini diartikan SS “berjalan sepanjang matahari bersinar dari pagi sampai sore”. Perjalanan perdana tanggal 1 November 1929 dihadiri pejabat peringgi SS yang ikut serta naik dalam kereta. Sepanjang 13,5 jam perjalanan masyarakat antusias menyambut kereta ini. Eendaagsche Expres yang melaju dengan kecepatan maksimal 100 km/jam di lintas Cheribon – Proepoek ini menyelesaikan perdannya di sore hari menjelang malam. Para penjemput dan wartawan berita surat kabar di Soerabaja ternyata sudah berjam-jam sebelumnya menunggu tibanya Eendaagsche Expres di stasiun Goebeng SS dan Soerabaja SS.

Perjalanan perdana Eendaagsche Expres 1 November 1929 dari Batavia
Formasi rangkaiannya terdiri dari kelas I, kelas II, kereta restauratie(kereta makan) dan bagasi. Total panjangnya dapat mencapai 10 kereta. Untuk memanjakan para penumpangnya interior kereta dan kabinnya dibuat mewah bergaya kereta ekspres di Eropa jaman itu. Ada kursi berjok kulit, fasilitas pendingin udara dari es batu yang disalurkan ke kereta. Selain itu tentunya tersedia menu makanan khas Djawa dan Eropa yang dapat dipesan di kereta makan sembari menikmati panorama sepanjang perjalanan. Para penumpang dapat menggunakan jasa telegraf di kereta untuk keperluan komunikasi. Eendaagsche Expres selain dari Batavia juga melayani sampai Bandoeng, dimana jika kereta dari Soerabaja setibanya di stasiun Kroja rangkaiannya ada yang dipisah untuk menuju Bandoeng dan satu lagi melanjutkan perjalanan ke Batavia, begitu sebaliknya kereta menuju Soerabaja kedatangan kedua kereta akan digabung. Dan lagi, untuk mengakomodasi penumpang di kota yang dilalui lintas cabang, para penumpang dapat melakukan perjalanan estafet/oper dengan kereta lokal dari dan ke stasiun lintas utama perhentian Eendaagsche Expres. Ini dikarenakan SS membuat penyesuaian jadwal kereta lokal dengan jadwal tibanya Eendaagsche Expres di stasiun pertemuan lintas utama dan lintas cabang.

Interior kereta kelas I

Sebagai kereta bendera SS yang diandalkan, Eendaagsche Expres menggunakan lokomotif uap cepat kebanggan SS. Lokomotif penarik dilakukan pergantian sebanyak 4 kali. Untuk Soerabaja – Madioen – Djogjakarta digunakan SS1000(C53), Poerwokerto – Proepoek diganti SS1600(CC50) karena jalurnya menanjak, Proepoek – Cheribon – Batavia menggunakan SS700(C50). Untuk lintas Bandjar – Bandoeng mulanya digunakan SS1700(C30) lalu diganti SS dengan SS900(D50). Di stasiun pergantian lokomotif, sudah siap sedia lokomotif pengganti sehingga tak perlu waktu berlama-lama berhenti hanya untuk mengganti lokomotif. Secara perlahan SS berhasil mempersingkat waktu tempuh menjadi 12 jam di tahun 1934. Pada tahun 1939 SS berhasil mempercepat perjalanan lagi hingga mencetak rekor 11 jam 27 menit dengan rata-rata kecepatan perjalanan 71,7 km/jam. Makin cepatnya kereta api sesuai dengan semboyan SS “Steeds Sneller“. Rekor ini ternyata menjadi kereta tercepat se-Asia pada masa itu. Tentunya SS sangat bangga dengan prestasi ini.

Dua kereta Eendaagsche baru dipisah di Kroja untuk melanjutkan perjalanan ke Batavia dan Bandoeng
Dua kereta Eendaagsche perdana baru dipisah di Kroja untuk melanjutkan perjalanan ke Batavia dan Bandoeng

Lokomotif SS1020(C5320) buatan Werkspoor-Amsterdam adalah salah satu lokomotif penarik Eendaagsche Expres
Lokomotif SS1020(C5320) buatan Werkspoor-Amsterdam adalah salah satu lokomotif penarik Eendaagsche Expres(source: tropenmuseum-nederland)



Tarif sekitar tahun 1934 (termasuk tuslah)
Batavia – Soerabaja
kelas I : Æ’ 40.10
kelas II : Æ’ 27.70
kelas III : Æ’ 11.54
Bandoeng – Soerabaja
kelas I : Æ’ 34.40
kelas II : Æ’ 23.90
kelas III : Æ’ 10.28
Jadwal Eendaagsche Expres tahun 1939
Batavia – Soerabaja
Stasiun Datang Berangkat
Batavia Koningsplein(Gambir) 06.45
Tjikampek 07.47 07.48
Cheribon SS 09.32 09.37
Proepoek 10.32 10.37
Poerwokerto 11.36 11.42
Kroja 12.07 12.17
Djogjakarta 14.03 14.08
Soerakarta 14.55 14.57
Madioen 16.09 16.14
Kertosono 17.07 17.09
Modjokerto 17.40 17.41
Soerabaja Goebeng SS 18.15
Bandoeng-Kroja yang akan digabung dengan rangkaian dari Batavia
Stasiun Datang Berangkat
Bandoeng 07.25
Tjibatoe 08.37 08.40
Tasikmalaja 09.50 09.52
Bandjar 10.40 10.48
Kroja 12.06