Hidupmu adalah lumpur yang dibolak-balik
dari musim ke musim
pada tanah usang lelah itu.
Nafasmu adalah peluh-peluh
dari siang ke siang
yang selalu menyepuh cangkul dan bajakmu
pada tanah usang lelah itu
Sedang nadimu adalah tawa di kota-kota
dari pasar hingga ke hotel-hotel
Namun nasibmu selalu terekapar di tanah retak
bagai padi-padi merunduk, kau selalu tunduk
ditikam angka-angka pupuk dan
pestisida
diinjak harga-harga tengkulak
juga digilas mesin-mesin penjarah.
Hidupmu adalah lumpur dibolak-balik, dari musim ke
musim
nafasmu adalah peluh-peluh, dari siang ke siang
dan nadimu adalah tawa di kota-kota
namun kau selalu terasing dari nasibmu
seperti hotel yang tak pernah tahu dengan desanya.
solo, Juli 2001