*PUISI SUTRISNO BUDIHARTO
Maafkan aku, Sayang
Aku sudah tak bisa berkata-kata lagi denganmu,
walau hanya sepatah katapun.
Aku hanya bisa berkata-kata dengan mereka
yang masih bisa mendengar kata-kataku.
Maafkan aku, Sayang….
bahasaku memang bahasa luka,
bukan bahasa penuh wewangian dan tawa.
Sekali lagi, maafkanlah aku...
ketika kau baca tulisanku ini,
mungkin aku sudah tak bisa dengar lagi kata-katamu,
telingaku sudah ku buang,
jauh sekali.
Bila kau masih ingin bicara denganku,
simpan saja bibir dan lidahmu.
Sebab, aku sudah tak bisa membaca kata-katamu.
Bicaralah denganku, tapi jangan dengan kata-kata.
Sebab, aku hanya bisa mendengar suara tanpa kata,
dan aku lebih bisa mengerti kata tanpa aksara.
Maafkanlah aku, Sayang...
bila kini aku sudah tak berkata-kata lagi.
***
[Solo, Juni 2001]
Maafkan aku, Sayang
Aku sudah tak bisa berkata-kata lagi denganmu,
walau hanya sepatah katapun.
Aku hanya bisa berkata-kata dengan mereka
yang masih bisa mendengar kata-kataku.
Maafkan aku, Sayang….
bahasaku memang bahasa luka,
bukan bahasa penuh wewangian dan tawa.
Sekali lagi, maafkanlah aku...
ketika kau baca tulisanku ini,
mungkin aku sudah tak bisa dengar lagi kata-katamu,
telingaku sudah ku buang,
jauh sekali.
Bila kau masih ingin bicara denganku,
simpan saja bibir dan lidahmu.
Sebab, aku sudah tak bisa membaca kata-katamu.
Bicaralah denganku, tapi jangan dengan kata-kata.
Sebab, aku hanya bisa mendengar suara tanpa kata,
dan aku lebih bisa mengerti kata tanpa aksara.
Maafkanlah aku, Sayang...
bila kini aku sudah tak berkata-kata lagi.
***
[Solo, Juni 2001]