Gempa Bumi dan Aktivitas Gunung Api

Berdasarkan kajian ilmiah, peningkatan aktivitas gunung api juga dapat menimbulkan gempa bumi. Karena itu, para pakar sering mengelompokkan gempa bumi dalam beberapa jenis, di antaranyagempa tektonik dan gempa vulkanik. Teori tektonika lempeng (plate tectonic) menjelaskan bahwa bumi terdiri atas beberapa lapisan. Lapisan paling atas pada permukaan bumi sering disebut dengan istilah kerak bumi (crust). Lapisan ini bersifat keras karena terbentuk dari berbagai jenis batuan.


 Jenis gempa bumi

Secara fisik kerak bumi terpecah-pecah dalam bentuk lempengan besar dan kecil. Lempeng-lempeng tektonik tersebut saling bergerak satu sama lain karena kondisinya yang mengapung seperti rakit di atas lapisan mantel yang panas dan pekat (cair). Dalam pergerakannya, ada lempeng yang saling mendekat, ada yang saling menjauh dan ada yang saling berpas-pasan. Peristiwa interaksi antar-lempeng tersebut dapat menyebabkan terjadinya tekanan gaya stress pada lempeng. Akumulasi stres yang berkepanjangan pada lempeng-lempeng tersebut pada saat tertentu dapat dilepaskan, sehingga terjadi guncangan gempa bumi.

Sementara itu, gempa vulkanik terjadi karena adanya aktivitas kantong magma atau lava panas yang terdapat di dalam gunung api. Peristiwagempa vulkanik jarang dirasakan oleh masyarakat secara langsung karena intensitasnya yang sangat kecil. Gempa vulkanik biasa hanya dapat diketahui dari rekaman seismograf yang terpasang di sekitar gunungapi aktif. Namun demikian, gempa vulkanik juga dapat dirasakan manusia jika terjadi letusan gunung api yang dahsyat.

Sebagai contoh letusan Gunung Karakatau pada 1883 di Selat Sunda yang memisahkan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Letusan Gunung api Krakatau menyebabkan goncangan besar seperti gempa bumi. Menurut catatan, suara dentuman letusannya terdengar sampai sejauh 5.000 Km. Letusan tersebut juga menyebabkan gelombang Tsunami setinggi 36 meter di lautan.

Mengingat sulitnya dirasakan gempa vulkanik tanpa adanya rekaman seismograf, maka perlu dipelajari secara detail tentang aktivitasgempa vulkanik sehingga tidak salah mengambil kesimpulan ketikagempabumi terjadi. Apalagi sampai menyebarkan isu yang tidak bertanggung jawab.

Pakar gunung api Jepang, Minakami (1974) membagi gempa vulkanik dalam 4 jenis, yaitu gempa vulkanik tipe A, gempa vulkanik tipe B,gempa letusan, dan gempa tremor. Gempa Vulkanik Tipe A, bersumber di bawah gunung api pada kedalaman 1-20 Km dan terjadi pada gunung api yang aktif. Penyebab dari gempa ini adalah adanya magma yang naik kepermukaan yang disertai rekahan-rekahan. Ciri utama dari gempa tipe ini mempunyai waktu tiba gelombang primer (gelombang P) dan sekunder (gelombang S) yang sangat jelas.

Gempa vulkanik tipe B terjadi pada kedalaman dari 1 km dari kawah gunung api yang aktif. Gerakan awalnya cukup jelas dengan waktu tiba gelombang S yang tidak jelas dan mempunyai nilai magnitudo yang kecil. Gempa letusan adalah gempa yang diakibatkan oleh terjadinya letusan. Amplitudo maksimum dari gempa tersebut merupakan magnitude letusannya. Gerakan awal dari gempa letusan adalah rekaman berupa naik dan turun ke atas atau ke bawah.

Gempa tremor merupakan gempa yang menerus terjadi di sekitar gunung api, jenis gempa ini dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu Tremor Harmonik berupa getaran yang menerus secara sinusoidal. Kedalaman sumber gempa diperkirakan antara 5-15 km dan tremor spasmodik berupa getaran terus menerus teapi tidak beraturan. Sumber gempa bumi diperkirakan mempunyai kedalaman antara 45-60 km. Tremor yang ditimbulkan oleh letusan-letusan tersebut selalu berulang-ulang, sehingga dalam seismogram terlihat sebagai getaran yang menerus saling bertumpukan.

Sedangkan Gempa guguran biasanya terjadi setelah letusan. Penyebabnya adalah guguran lava, yang terjadi pada sistem pembentukan lava. Gempa guguran ini yaitu gerakan yang terekam pada seismogram akibat hasil letusan yang berupa jatuh lava ke permukaan akibat gravitasi bumi. Gempa guguran ini sangat jarang terjadi karena biasanya setelah terjadi letusan lava akan terbang terbawa oleh angin.

Sebaliknya beberapa ilmuwan juga membedakan gempa vulkanik dalam klasifikasi yang lain. Misalnya gempa vulkano-tektonik di mana cirinya sangat identik dengan gempa tektonik. Namun demikiangempa vulkanik biasanya lebih kecil magnitudenya dan lokasi gempavulkanik hanya terdapat pada daerah sistem vulkanis (gunung api). Selain itu, gempa vulkanik juga memiliki durasi yang lama (long-period event), rekaman guguran batuan dan tremor.

Kalau melihat kembali posisi sumber gempa bumi Bener Meriah itu, umumnya berlokasi jauh dengan gunung api Burni Telong, yaitu lebih dari 10 Km. Selain itu, jenis guncangannya pun berbeda. Gempa vulkanik umumnya dimulai dengan gempa-gempa kecil, gempa besar pada pertengahan durasi dan diakhiri dengan gempa-gempa susulan lagi. Sedangkan gempa bumi kemarin terdiri dari gempa utama dan diikuti dengan gempa-gempa susulan yang magnitudenya lebih kecil.

Dapatkah gempa bumi memicu letusan gunung api? Berdasarkan dari kejadian dan pembahasan yang telah dikemukakan, barangkali ada satu ganjalan yang masih menjadi pertanyaan kita yang tinggal di Aceh. Dapatkan aktivitas gempabumi memicu letusan gunung api? Pertanyaan semacam ini wajar saja muncul, mengingat begitu seringnya gempabumi terjadi di Aceh dan semakin seringnya gunung api Seulawah Agam dan Burni Telong beraktivitas.

 Teori ‘Butterfly Effect’
Merujuk pada teori Butterfly Effect, disebutkan bahwa sekepakan sayap kupu-kupu di muka bumi dapat saja menghasilkan bencana yang besar. Satu kejadian bencana dapat saja melahirkan bencana yang baru dan terus berkesinambungan. Sebut saja peristiwa letusan gunung api dapat menimbulkan tanah longsor, banjir, kebakaran dan lain-lain. Demikian juga dengan bencana tsunami, meskipun dahsyat, ternyata bencana tsunami tersebut merupakan efek sekunder dari bencana gempa bumi atau pun letusan gunung api di laut.

Kembali pada kasus gempa bumi dan letusan gunung api, berdasarkan hasil beberapa penelitian yang dilakukan oleh pakar terkait, gempabumi dapat saja memicu letusan gunung api. Namun demikian, peristiwa ini memungkinkan terjadi pada kejadian gempabumi tektonik dengan skala yang besar. Gempa tektonik dalam skala besar tersebut dapat menggoyang gunung api aktif yang berada di dekatnya dan memungkinkan terjadi letusan.

Sebaliknya, kondisi yang bertolak belakang juga mungkin terjadi, di mana peristiwa gempa bumi dapat juga menghentikan aktivitas gunung api yang sedang meletus. Kedua keadaan tersebut dapat terjadi dengan peluang yang sama, tinggal hanya Tuhan saja yang menentukan skenario apa yang akan terjadi. Yang paling penting bagi kita adalah meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana baik dengan cara meningkatkan upaya mitigasi struktural atau juga meningkatkan pengetahuan tentang bencana itu sendiri.

[ Oleh Nazli Ismail : Serambi Indonesia, Sabtu, 6 Juli 2013]

Dr. Nazli Ismail, peneliti gempa bumi pada Laboratorium Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Tags: