Pasar Kesehatan Tradisional Pada Masa Kolonial

Dukun Pijat (Koleksi: http://www.kitlv.nl)

“Tidak Ada Pasien, Tidak Ada Dokter…”
Sebuah ungkapan bahwa kesehatan merupakan sebuah pasar yang berdiri atas dasar penawaran dan permintaan. Tak terelakkan lagi bahwa kesehatan merupakan sebuah pasar yang besar dan telah terjadi pada masa lalu. Memang agak sulit menggambarkan bagaimana pasar ini berjalan terutama pada masa kolonial, tetapi bahwa adanya penyakit yang menyerang manusia, penemuan jenis-jenis penyakit baru dan baik cara penyembuhan tradisional maupun modern membawa kesehatan ke sebuah  jalur ekonomi.

Sebelum penyembuhan modern diperkenalkan di Hindia Belanda, dengan dokter sebagai penyembuh dan obat-obatan modern, penyembuhan penyakit masyarakat ditangani oleh penyembuh tradisional yang disebut dukun dengan berbagai macam obat herbal. Dukun yang menangani penyakit biasanya memiliki beberapa keahlian seperti memijat, dan keahlian yang berhubungan dengan kepercayaan animisme, sehingga berbagai penyakit dianggap merupakan penyusupan dari berbagai roh-roh halus. Dukun itu hampir selalu laki-laki dan perempuan tua. Ruang lingkup aktivitas mereka berada di desa mereka sendiri, namun dukun yang baik akan menarik pasien dari wilayah sekitarnya. Mereka dibayar dengan uang, barang atau jasa. Pegawai sipil E. Francis menyatakan dalam memoarnya bahwa di Lampung (Sumatera), seorang dukun laki-laki menerima 6-12 ‘oewang’ (sepuluh sen koin) untuk menyunat anak laki-laki, sedangkan dukun perempuan menerima 3 oewang atau gulungan benang dari nilai yang sama untuk menyunat anak perempuan (Francis 1856:181). Pada pandangan pertama, tampak bahwa perempuan dibayar kurang dari laki-laki bahkan saat itu, tapi sunat perempuan adalah prosedur yang jauh lebih kompleks daripada laki-laki. Para dukun bekerja didasarkan pada sihir, yaitu mengucapkan formula yang benar dan melakukan ritual, menerapkan teknik tertentu dan penggunaan tanaman obat.

Dukun mendapatkan pengetahuan mereka dari dukun yang berpengalaman dan dari praktek yang ekstensif. Informasi ini terutama ditransfer secara lisan, sering oleh anggota keluarga. Profesi dukun terkadang merupakan profesi keluarga yang turun-temurun dan memperkaya pengetahuan mereka melalui pengalaman pribadi. Tidak ada sumber melaporkan bahwa dukun memperoleh informasi dari usada atau wisuda, atau teks-teks Jawa kuno tentang seni penyembuhan dan mengobati pasien. Rahasia penyembuhan ini tidak pernah terungkap dan hanya diketahui oleh murid-murid dan keturunannya.

Ada juga orang lain yang menawarkan jasa mereka sekitar tahun 1850 di pasar medis di Jawa dan Madura, yaitu para penjual obat herbal. Biasanya, dukun yang meresepkan herbal kepada penderita dan obat herbal tersebut harus diambil. Ia memperoleh obat herbal tersebut dari kebun sendiri atau dari pasar dan mempersiapkannya (Koentjaraningrat 1979:43). Para tukang rempah-rempah salah satu penjual obat herbal, tidak hanya menjual obat, tetapi memberi instruksi untuk mereka gunakan. Mereka sering membeli rempah-rempah mereka dari grosir Cina atau dari tukang akar-akar. Yang terakhir mencari herbal di hutan dan menjualnya, sebagian besar ke tukang rempah-rempah, tapi kadang-kadang mereka menjualnya sendiri di pasar (Vorderman 1886:26). Orang lain juga mencoba maramu obat-obatan mereka disebut penjual obat atau tukang jamu (jamu adalah obat untuk menjaga tubuh sehat, atau kadang-kadang obat-obatan). Para tukang jamu adalah wanita yang menjual obat-obatan, baik dalam bentuk mentah atau bentuk siap, dan terkadang jamu ditawarkan melalui konsultasi antara pasien dan tukang jamu. Banyak dari campuran jamu dimaksudkan untuk mencegah penyakit. Seluruh kelompok penjual herbal berorientasi pelanggan: penderita bisa memutuskan sendiri mana obat-obatan untuk dibeli dan berapa banyak yang dibeli.

Pasar kesehatan tradisional pada masa dulu telah menjadi sebuah aktifitas ekonomi dengan dukun dan penjual obat herbal sebagai pusat aktifitas. Mereka terkadang berkolaborasi ataupun berjalan sendiri-sendiri dalam ruang yang telah tercipta untuk memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat. [ Joko Prayitno - Phesolo ]

Tukang Jamu di sebuah Pasar Masa Kolonial Belanda (Koleksi: Tropen Museum Belanda TMnr_10006708)

Dukun sedang menyiapkan ramuan obat (Koleksi: Tropen Museum Belanda TMnr_10006709)