Pedagang Asongan Masa Kolonial Belanda

Pelarangan, penggusuran bahkan pengusiran para pedagang asongan di beberapa stasiun kereta api menjadi topik berita beberapa waktu yang lalu. Ketika stasiun kereta api mulai menampilkan wajah modernitasnya dengan menjaga ketertiban dan keteraturannya maka sesuatu yang dianggap mengganggu harus disingkirkan. Pedagang asongan mungkin sesuatu yang dianggap mengganggu dan harus diusir, dilarang untuk berjualan di stasiun kereta api. Dan digantikan dengan “franchise-franchise” modern yang lebih teratur dan tentunya memiliki pemasukan-pemasukan bagi stasiun yang menguntungkan. Bahkan diberlakukan juga bagi stasiun-stasiun yang memberangkatkan kereta kelas Ekonomi. Atau bisa juga dalam bisnis hal ini untuk meningkatkan pelayanan bagi masyarakat pengguna jasa kereta api terhadap gangguan dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh para pedagang, pengamen, dan para pengais rejeki lainnya di stasiun maupun di dalam kereta api.  Tentunya hal ini menjadi pro dan kontra dalam masyarakat.

Rupanya pada masa kolonial Belanda, para pedagang asongan di stasiun kereta telah ada untuk mengais rejeki seperti ditunjukkan oleh foto koleksi KITLV. Di Stasiun Kereta Kedoe terlihat seorang ibu-ibu menjajakan makanan di dalam wadah tampah terbuat dari bambu yang disungggi dikepalanya. Melintasi dari gerbong satu ke gerbong lainnya dan akan menjajakan dagangannya kepada penumpang di gerbong kereta, sedangkan di gerbong yang belakang terlihat seorang ibu pedagang sedang menawarkan dagangan mereka berupa makanan kepada para penumpang. Dan terlihat pula penumpang tersebut mengambil makanan yang ditawarkan.

Kereta ini kemungkinan bukan kereta yang biasa ditumpangi oleh para bangsawan ataupun masyarakat Eropa, tetapi penumpang pribumi Jawa bahkan China terlihat dari wajah mereka dan pakaian mereka serta mungkin juga dari tanda di gerbong kereta. Ya kereta klas III yang diperuntukan bagi pribumi dan masyarakat kecil lainnya. Memang kereta pada masa kolonial dapat menjadi potret bagi politik rasial masyarakat kolonial Hindia Belanda. Masyarakat Eropa, Bangsawan kaya biasa menggunakan kereta kelas I atau II yang memiliki fasilitas lebih nyaman dibandingkan kereta kelas III.

Dalam beberapa kesempatan potret masa lampau di stasiun kereta memang terkadang dapat ditemukan pemandangan ini, tidak terkecuali di kereta-kereta Kelas I yang dinaiki para bangsawan maupun Eropa terlihat para pedagang asongan dan bahkan pengemis (gambar 2). Mereka menjajakan dagangannya kepada para penumpang ketika kereta berhenti di stasiun. Hal sama juga terlihat di stasiun Depok (Maguwoharjo) Sleman, Yogyakarta dimana seorang pedagang asongan sedang mendekati kereta yang sedang berhenti untuk menawarkan dagangannya.

Fenomena pedagang asongan telah ada sejak masa lampau ketika Hindia Belanda mulai memodernkan diri. Maka tidak berlebihan juga bila stasiun sebagai tempat berkumpulnya banyak orang menjadi ladang subur untuk mengais rejeki. Hanya saja tindakan manusiawi harus dikedepankan untuk mengatur para pedagang asongan ini untuk masa sekarang, agar konflik sosial tidak menjadi berkepanjangan. [Joko Prayitno - Phesolo ]

Pedagang Asongan di Station Depok Sleman Jogjakarta 1925 (Koleksi: http://www.kitlv.nl)