Raden Ngabehi (RNg) Ronggowarsito (lahir15 Maret 1802 – meninggal 24 Desember 1873) adalah salah satu pujangga Keraton Surakarta yang cukup disegani dan sampai kini masih dijadikan panutan oleh orang Jawa. Karya sastranya yang cukup terkenal adalah Serat Kalatidha.Isi pesan Serat Kalatidha itu juga pernah dikutip dalam Serat Centhini jilid IV (karya Susuhunan Pakubuwono V).
Jika menyimak masa hidup RNg. Ronggowarsito, Serat Kalatidha memang tergolong karya sastra tua yang telah berusia ratusan tahun. Namun isi Serat Kalatidha tersebut ternyata sangat relevan dengan kondisi Indonesia di masa kini. Karena itu, isi Serat Kalatidha wajib direnungkan kembali oleh para generasi muda di masa kini. Kenapa wajib direnungkan? Karena tanda-tanda zaman edan yang dilukiskan oleh RNg Ronggowarsito, kini benar-benar terwujud nyata di atas tanah air Indonesia masa kini. Karya sastra tersebut setidaknya bisa menjadi tanda peringatan atas timbulnya zaman musibat yang muncul di zaman ini. "Ing Paniti sastra wawarah, sung pemut, ing zaman musibat, wong ambeg jatmika kontit, kang mangkono yen niteni lamampahan."
Berikut kutipan Serat Centhini jilid IV (karya Susuhunan Pakubuwono V) pada Pupuh 257:
Wong agunge padha jail kurang tutur, marma jeng pamasa, tanpa paramarteng dasih, dene datan ana wahyu kang sanyata.
[ Artinya; Para pemimpinnya berhati jahil, bicaranya ngawur, tidak bisa dipercaya dan tidak ada wahyu yang sejati.]
Keh wahyuning eblislanat kang tamurun, apangling kang jalma, dumrunuh salin sumalin, wong wadon kang sirna wiwirangira.
[Artinya; Wahyu yang turun adalah wahyu dari iblis dan sulit bagi kita untuk membedakannya, para wanitanya banyak yang kehilangan rasa malu.]
Tanpa kangen mring mitra sadulur, tanna warta nyata, akeh wong mlarat mawarni, daya deye kalamun tyase nalangsa.
[Artinya; Rasa persaudaraan meluntur, tidak saling memberi berita dan banyak orang miskin beraneka macam yang sangat menyedihkan kehidupannya.]
Krep paprangan, sujana kapontit nurut, durjana susila dadra andadi, akeh maling malandang marang ing marga.
[Artinya; Banyak peperangan yang melibatkan para penjahat, kejahatan / perampokan dan pemerkosaan makin menjadi-jadi dan banyak pencuri malang melintang di jalan-jalan.]
Bandhol tulus, mendhosol rinamu puguh, krep grahana surya, kalawan grahana sasi, jawah lindhu gelap cleret warsa .
[ Artinya; Alampun ikut terpengaruh dengan banyak terjadi gerhana matahari dan bulan, hujan abu dan gempa bumi.]
Prahara gung, salah mangsa dresing surur, agung prang rusuhan, mungsuhe boya katawis, tangeh lamun tentreming wardaya.
[ Artinya; Angin ribut dan salah musim, banyak terjadi kerusuhan seperti perang yang tidak ketahuan mana musuhnya yang menyebabkan tidak mungkin ada rasa tenteram di hati.]
Dalajading praja kawuryan wus suwung, lebur pangreh tata, karana tanpa palupi, pan wus tilar silastuti titi tata.[ Artinya; Kewibawaan negara tidak ada lagi, semua tata tertib, keamanan, dan aturan telah ditinggalkan.]
Pra sujana, sarjana satemah kelu, klulun Kalathida, tidhem tandhaning dumadi, hardayengrat dening karoban rubeda.
[ Artinya; Para penjahat maupun para pemimpin tidak sadar apa yang diperbuat dan selalu menimbulkan masalah / kesulitan.]
Sitipati, nareprabu utamestu, papatih nindhita, pra nayaka tyas basuki, panekare becik-becik cakrak-cakrak.
[ Artinya; Para pemimpin mengatakan seolah-olah bahwa semua berjalan dengan baik padahal hanya sekedar menutupi keadaan yang jelek.]
Nging tan dadya, paliyasing Kalabendu, mandar sangking dadra, rubeda angrubedi, beda-beda hardaning wong sanagara.
[ Artinya; Yang menjadi pertanda zaman Kalabendu, makin lama makin menjadi kesulitan yang sangat, dan berbeda-beda tingkah laku / pendapat orang se-negara.]
Katatangi tangising mardawa-lagu, kwilet tays duhkita, kataman ring reh wirangi, dening angupaya sandi samurana.
Anaruwung, mangimur saniberike, menceng pangupaya, ing pamrih melok pakolih, temah suha ing karsa tanpa wiweka.
Ing Paniti sastra wawarah, sung pemut, ing zaman musibat, wong ambeg jatmika kontit, kang mangkono yen niteni lamampahan.
[ Artinya; Memberikan peringatan pada zaman yang kalut dengan bijaksana, begitu agar kejadiannya / yang akan terjadi bisa jadi peringatan.]
Nawung krida, kang menangi jaman gemblung, iya jaman edan, ewuh aya kang pambudi, yen meluwa edan yekti nora tahan.
[ Artinya; Untuk dibuktikan, akan mengalami jaman gila, yaitu zaman edan, sulit untuk mengambil sikap, apabila ikut gila/edan tidak tahan.]
Yen tan melu, anglakoni wus tartamtu, boya keduman, melik kalling donya iki, satemahe kaliren wekasane.
[ Artinya; Apabila tidak ikut menjalani, tidak kebagian untuk memiliki harta benda, yang akhirnya bisa kelaparan.]
Wus dilalah, karsane kang Among tuwuh, kang lali kabegjan, ananging sayektineki, luwih begja kang eling lawan waspada.
[Artinya; Sudah kepastian, atas kehendak Allah SWT, yang lupa untuk mengejar keberuntungan, tapi yang sebetulnya, lebih beruntung yang tetap ingat dan waspada ]
Demikian kutipan tanda-tanda zaman edan yang kini sedang menggejala di Indonesia. Semoga ini bisa membuat para generasi muda lebih waspada. Yang jelas, dalam Kitab Musarar Jayabaya telah ditegaskan peringatan penting seperti ini:
”Nakoda melu wasesa, kaduk bandha sugih wani,
Sarjana sirep sadaya,
Wong cilik kawelas asih, ...”
[Artinya; Kekuatan asing memiliki pengaruh sangat besar.
Orang pandai berpendidikan tinggi tidak berdaya.
Kondisi rakyat kecil makin sengsara]
[bahan berbagai sumber]