Awas, Banyak Hoax Konflik Rohingya Beredar di Indonesia

Konflik Rohingya di Myanmar tidak muncul tiba-tiba, tapi akar konfliknya setidaknya tak lepas dari pengaruh sejarah konflik masa lalu di Myanmar sendiri. Dinamika politik Myanmar, perebutan kekuasaan dan faktor sosial ekonomi, tentunya punya pengaruh besar atas munculnya Konflik Rohingya dewasa ini. Sayangnya, isu Rohingya yang beredar di masyarakat Indonesia belakangan ini cenderung digiring pada sentimen SARA di Indonesia. Celakanya lagi, ada pihak tertentu yang mengekploitasi isu Rohingya secara gegabah dengan menebar informasi bersifat hoax yang provokatif.

Ini salah satu contohnya.




Dengan menumpang ketenaran icon Tempo, media abal-abal beralamat URL http://media-tempo-today.blogspot.co.id ini, menebarkan berita-berita provokatif sekitar isu Rohingya. Karena itu, masyarakat Indonesia perlu berhati-hati dalam menyikapi isu Rohingya.

Siapapun orang yang waras pasti akan menolak adanya pembantaian manusia, termasuk di Myanmar/Burma. Namun dalam menyampaikan tanggapan terhadap Konflik Rohingya, jangan asal ngeshare berita-berita yang tidak jelas kebenarannya. Silakan saja bila bersimpati membantu kaum Rohingya (Myanmar/Burma), tapi lakukankanlah dengan bijaksana dan rasional. Minimal, jangan asal ngomong jika tidak paham benar dengan akar persoalan konflik di Myanmar/Burma. Sebab, akar konflik Rohingya terbilang rumit dan sudah muncul sejak lama.

Bila tidak paham dengan akar persoalan konflik di Myanmar/Burma, jangan pernah membawa masalah itu ke Indonesia dan mengkaitkan-ngaitkannya dengan umat agama Budha di Indonesia. Sebab, umat Budha di Indonesia juga belum tentu tahu soal akar konflik di Myanmar/Burma. Namun kalau ada pihak tertentu yang memaksakan diri mengaitkan konflik Rohingya dengan umat Budha di Indonesia, maka hal itu itu patut diwaspadai; jangan-jangan ada pihak tertentu yang sengaja ingin menimbulkan konflik berlatar agama di Indonesia.



Cara Memahami Konflik Rohingya

Sekali lagi perlu ditegaskan, jika ingin membela kaum Rohingya, jangan asal ngeshare informasi-informasi bersifat hoax yang tidak jelas sumbernya. Sebab, sejak 2016 lalu sudah banyak informasi hoax (baik foto dan video) soal Konflik Rohingya yang diedarkan di dunia maya. Bila  ingin memahami akar Konflik Rohingya di Myanmar/Burma, sebaiknya membaca referensi-referensi yang didasari kajian akademik. Kajian akademik soal Konflik Rohingya itu dapat diperoleh dari situs-situs perguruan tinggi yang mempublikasikan kajian-kajian ilmiah.

Bila membaca berbagai referensi, kehadiran umat Muslim di Myanmar/Burma terbilang tidak beda jauh dengan Indonesia. Kehadiran muslim di wilayah itu, konon berawal dari para pelaut muslim pada abad kesembilan. Ketika itu, pedagang yang diasumsi adalah orang -orang   muslim, adalah   dua   anak   laki-laki   dari   pedagang   Arab   yang diselamatkan  dari  kapalnya  yang  karam  di  pesisir  Martaban. Hanya saja, dinamika perkembangan sejarah kerajaan di Myanmar dan Indonesia agak lain. Perbedaan dinamika politik itu juga terdapat dalam sejarah pendirian negara Indonesia dan Myanmar. Sayangnya, konflik bernuansa ras suku dan agama yang terjadi di Myanmar yang berlangsung sejak lama, sampai saat ini masih belum bisa diuraikan dengan baik oleh pemerintahan Myanmar.

Cara Mengatasi Konflik Rohingya
Lantas, bagaimana caranya mengurai konflik Rohingya di Myanmar tersebut? Bila Anda benar-benar ingin mejadi pahlawan bagi kaum Rohingya, sebaiknya segera mengontak para akademisi di berbagai lembaga pendidikan tinggi di Indonesia maupun pendidikan  tinggi luar negeri. Setelah itu segeralah melakukan kajian-kajian ilmiah (akademik) yang mendalam yang didasar data dan fakta yang jelas. Dengan dasar kajian ilmiah tersebut, Anda bisa melakukan komunikasi dengan berbagai lembaga pemerintah dan lembaga internasional untuk melakukan diplomasi dengan Pemerintah Myanmar.

Tapi Anda harus catat baik-baik bahwa konflik yang membawa isu agama, umumnya berpotensi menjadi konflik yang sangat sulit untuk diselesaikan (intractable conflict/unnegotiable conflict) dan hal itu bisa berlangsung cukup lama (Jeong, 2008). Perlu dicatat pula bahwa konflik Rohingya belum tentu didasar sentimen agama an sich, tapi banyak faktor lain yang bisa mempengaruhinya.  Dengan kata lain, kalau Anda hanya membuat status di media sosial dan cuma didasari sikap emosional serta  provokatif bernuansa sentimen SARA, bisa dipastikan hal itu hanya akan menjadi sampah dan pasti akan jadi bahan tertawaan publik. Akhir kata, waspadalah dan belajarlah dalam membaca konflik bernuansa agama di Rohingya karena Indonesia sendiri bisa dilanda konflik serupa melalui adudomba dengan isu agama. (@SutBudiharto)