Kebusukan Proyek Khilafah Hizbut Tahrir Indonesia Dibongkar: Mungkinkah Pilpres 2024 Bakal Jadi Tumbal?

0
Dr. Ainur Rofiq al-Amin adalah salah satu pengikut Hizbut Tahrir di Indonesia (HTI) dan telah mencapai level tertinggi di dalam keanggotaan (hizbiyyin) sejak keterlibatannya mulai tahun 1990-an. Meskipun pernah menjadi hizbiyyin, Ainur Rofiq al-Amin akhirnya membongkar kebusukan Proyek Khilafah ala Hizbut Tahrir di Indonesia lewat riset yang dijadikan bahan tugas akhirnya dalam program doktoral (S3) di IAIN Sunan Ampel Surabaya. 

Hasil kajian Ainur Rofiq al-Amin itu kemudian disajikan dalam bentuk buku berjudul "Membongkar Proyek Khilafah ala Hizbut Tahrir di Indonesia" yang diterbitkan oleh LKiS Pelangi Nusantara pada tahun 2012. Dalam buku ini,  Ainur Rofiq al-Amin mengungkap hasil riset mendalam tentang konsep negara Islam versi Hizbut Tahrir, konsep yang juga dikenal dengan sebutan khilafah atau aldaulah al-Isldmiyyah. Ainur Rofiq al-Amin juga mengkaji aspek epistemologis dan ideologis dari konsep khilafah yang terdapat di dalam kitab-kitab, buku-buku, dan tulisan-tulisan yang diterbitkan HTI, serta pengamatan dan keterlibatan Ainur Rofiq al-Amin sebagai pengikut HTI di lapangan.

Dari basil kajian dan pengalaman keterlibatannya secara langsung di HTI, Ainur Rofiq al-Amin mencurigai bahkan bertaruh bahwa gerakan khilafah yang diklaim sebagai kewajiban agama sebenarnya merupakan cermin dari proses komodifikasi dan politisasi agama dalam proses sosial. Dalam hal ini, Islam hanya berfungsi sebagai alat legitimasi gerakan politik semata. Sebab, pada hakikatnya, konsep negara Islam khilafah yang given dan applicated tidak ditemukan pembenarannya, baik secara normatif, historis, maupun sosial. Tidak dijumpai referensi normatif, historis, maupun sosial tentang kewajiban menegakkan khildfah dan menerapkan hukum-hukum syari'at, sekalipun itu adalah Negara Madinah pada masa Nabi Muhammad Saw. dan Khulafa' al-Rasyidin, yang diklaim oleh kalangan hizbiyyin-sebutan bagi aktivis Hizbut Tahrir sebagai model ideal negara Islam. Nash-nash agama, baik Al-Qur'an, hadits maupun ijma', tidak menyebutkan secara eksplisit dan transparan tentang hal itu, selain kewajiban menegakkan amr ma'ruf nahi munkar dengan cara-cara yang damai dan toleran.

Berdasarkan kajian dan analisisnya, Ainur Rofiq al-Amin sampai pada kesimpulan bahwa kewajiban mendirikan khilafah lebih sebagai interpretasi yang gegabah, ahistoris, dan tak lebih dari proyek Islamisasi yang dibungkus oleh dalil-dalil agama untuk kepentingan politis dan ekonomi, suatu orientasi yang tidak jauh berbeda dengan proyek Islamisasi negara dan masyarakat oleh gerakan radikal-fundamental Islam lainnya di belahan dunia Islam.

Menurut Noorhaidi Hasan, buku berjudul "Membongkar Proyek Khilafah ala Hizbut Tahrir di Indonesia" ini, bisa jadi referensi penting bagi masyarakat dalam mengkritisi wacana revitalisasi khilafah dan penerapan syari'at Islam yang kerap dipropagandakan HTI dan para pengikutnya. Penulisnya, Ainur Rofiq al-Amin, telah berupaya membongkar inkonsistensi dan inkohensi di balik wacana itu dengan menggunakan berbagai pendekatan dan analisis. 

Bila menyimak kajian Ainur Rofiq al-Amin dalam buku "Membongkar Proyek Khilafah ala Hizbut Tahrir di Indonesia" ini, setidaknya akan terungkap dengan jelas bahwa munculnya gerakan-gerakan militan Islam yang aktif berdemonstrasi menuntut pemberlakuan syari'at Islam pasca jatuhnya kekuasaan represif Orde Baru 1998, tidak datang tiba-tiba. Paling tidak, sudah dipersiapkan sejak lama yang dilakukan secara diam-diam di bawah tanah. Bahkan, ditengarai telah terjadi "perkawinan" ideologi radikal antara pengikut Gerakan DI/TII (NII) yang diproklamasikan Kartosuwirjo pada Agustus 1949 dengan ideologi radikal impor yang dibawa Hizbut Tahrir dari Timur Tengah. 

Lantas, apakah masyatakat Indonesia hanya akan diam saja menuruti sandiwara para pengikut HTI yang menghalalkan politisasi ayat agama ini? Pertayaan ini hanya bisa dijawab oleh masyarakat Indonesia sendiri. Yang jelas, Indonesia dilahirkan oleh para pendiri bangsa dari berbagai suku dan beragman agama. Bila ada yang memaksakan diri ingin mendirikan negara berdasar syariat agama sepertiyang dikampanyekan HTI, itu sama halnya ingin membubarkan Indonesia.

Yang menyedihkan, para artis Indonesia juga ikut-ikutan hijrah jadi juru kampanye khilafah, seperti Hari Mukti, Teuku Wisnu dan lain-lain. Meski HTI telah dibubarkan, mereka telah menyusup ke partai politik dan lembaga negara. Dosen-dosen pun tak malu-malu lagi ikut mengkampayekan khilafah. Bahkan, menjelang Pilpres 2024 ini, mereka telah menyiapkan kandidat yang siap diusung menjadi calon presiden 2024. Dari masifnya, gerakan politik identitas belakangan ini, para pendukung khilafah tampaknya akan berjuang total lagi seperti yang mereka tunjukkan dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 lalu. Mereka tak segan-segan meneraikkan yel yel "bunuh Ahok" atau "gantung Ahok" demi merebut kursi Gubernur DKI Jakarta. Politisasi agama pada Pilkada DKI Jakarta ini jadi sejarah terburuk dalam demokrasi di Indonesia. Sementara Pilpres 2024 tampaknya akan jadi tumbal bagi Proyek Khilafah HTI. 


Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)