Suami Kalah Judi, Istri Dipermalukan: Airin & Drupadi

 ilustrasi Sutrisno Budiharto

Pada usia 35 tahun, perempuan menjadi bijak karena pengalaman yang dilalui, menjadi lebih bersemangat dan karenanya lebih seksi sebab tahu apa dia mau, penuh gairah karena yakin arah yang akan diraih. Pada usia itulah Airin Rachmi Diany SH, MM menjabat wali kota Tangerang Selatan.

Ibu dua anak, istri H Tubagus Chaeri Wardana yang adalah adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, ini seakan artis yang berjalan di atas red carpet untuk masuk dalam gedung megah untuk mendengar namanya disebutkan sebagai pemenang.

Gadis kelahiran Banjar, Jabar, yang mempunyai hobi bersepeda, menghabiskan sekolah sampai lulus di Bandung, itu pernah ikut pemilihan Putri Indonesia—kini pun masih disebut-sebut sebagai wali kota cantik se-Asia, notaris, ketua Palang Merah Indonesia, juga dikenal sebagai Tokoh Generasi Pluralis, melengkapi kesiapan masa depan yang memungkinkan: menjadi gubernur, menteri, atau sekelas itu. Akses untuk sukses dimiliki: dukungan keluarga, perlindungan partai, serta massa rakyat yang loyal dan vokal.

Sebagai perempuan, sebagai Istri
Namun kini, tiga tahun setelah itu, Airin berada di ”jalan penuh angin dan kegelapan”. Suaminya ditahan dengan tuduhan korupsi dan penyucian uang, juga kakak iparnya. Airin bukan hanya mondar-mandir membesuk, melainkan juga bisa diseret jika menikmati hasil korupsi. Karena Airin pejabat negara, bisa dikenakan pasal gratifikasi.

Lebih dari semua ketabahan yang diperlihatkan wajah tetap ramah tanpa marah tanpa gundah, ada terkaman lain yang tak kalah ganas. Isu bahwa suaminya membagi dan berhubungan dengan wanita-wanita-wanita —karena jumlahnya banyak. Airin memberi gambaran nyata betapa perempuan sebagai istri masih berada dalam paradigma lama yaitu swarga nunut neraka katut.

Nunut, dalam bahasa Jawa, adalah ikut kendaraan tanpa dipungut bayaran. Jadi ibaratnya: ke surga karena suami, ke neraka pun ikut terseret. Dalam jagat pewayangan, tokoh yang mirip keadaan Airin adalah Drupadi, dalam kisah Mahabarata.

Istri keluarga Pandawa yang sulung— ada yang menyebutkan Drupadi melakukan poliandri dalam teks di India, terseret ke neraka karena ulah suami dan ipar-iparnya. Karena Pandawa kalah dalam berjudi dan akhirnya dibuang ke hutan dan tak boleh ketahuan selama 13 tahun, Drupadi menjadi milik Kurawa —keluarga lawan Pandawa. Drupadi menolak, ditarik kainnya, ditelanjangi.

Tapi, sungguh ajaib, sungguh mengherankan, kain yang ditarik dari tubuh Drupadi tak juga lepas. Terus ditarik sampai tubuhnya berguling-guling dan rambutnya terurai berantakan, Drupadi tak benar-benar menjadi telanjang karenanya.

Dalam keadaan terhina, terlecehkan karena ditelanjangi di depan masyarakat luas dan semua petinggi keraton, Drupadi bersumpah: tak akan menggelung rambutnya kecuali dengan darah Dursasana, orang kedua di Kurawa yang mempermalukannya.

Rambut adalah mahkota dan dikonde atau digelung adalah status sosial yang membedakan dengan rakyat jelata. Ini jalan yang ditempuh Drupadi belasan atau puluhan tahun kemudian. Sampai terjadi perang Kurusetra yang saling mematikan dua keluarga yang masih satu kakek. Bagaimana kalau dalam perang Bharatayuda itu, andai Kurawa yang menang? Akankah Drupadi tak pernah keramas sampai akhir hayatnya?

Judi politik, judi kekuasaan
Saya membandingkan Airin dengan Drupadi karena posisinya sebagai perempuan, sebagai istri. Sekaligus juga menguatkan hati, ada tangan dewa yang melindungi Drupadi sehingga tak harus telanjang bulat di depan publik meskipun ditelanjangi.

Situasi ini yang tengah dihadapi Airin sekarang ini. Mulai dengan mobil yang pernah dipakai tim kampanye Airin yang disita, juga mobil lain. Rumah dinas dan rumah pribadinya digeledah. Harta senilai Rp103 miliar sedang diusut dan dicecar.

Yang lebih memedihkan penyitaan ini menempatkan posisi Airin dalam ”kasta” yang sama dengan Jennifer Dunn, Rebecca Soejati Reijman, Catherine Wilson, dan Reni Yuliana—atau entah siapa lagi. Yang alasannya terlalu konyol untuk mereka yang tahu proses produksi di sebuah rumah produksi.

Posisi Airin dalam situasi ini adalah posisi Drupadi yang rambutnya diurai. Padahal Airin adalah istri sah suaminya dan tidak sedang menunggu main sinetron. Airin adalah Drupadi yang suami dan keluarga kalah dalam judi politik dan kekuasaan.

Dewa yang melindungi Airin dari ketelanjangan bulat barangkali adalah sikapnya yang tetap santun, kemampuan mengendalikan emosi, dan yang terbesar— mungkin terberat— mengatakan apa yang selama ini terjadi dan bagaimana mekanisme dalam ”dinasti Atut”.

Apa yang dialami Airin yang diceritakan adalah kesaksian otentik tentang segala rekayasa yang melibatkan dirinya. Seperti dalam dunia pewayangan, permainan dadu yang dilakukan Kurawa adalah rekayasa sistematis sehingga siapa pun yang melemparkan dadu,

Kurawa pemenangnya. Kesetiaan seorang istri, seorang adik ipar, adalah justru ketika berani membuka diri akan apa yang menyeretnya. Jika itu yang terjadi, Drupadi bukan satu-satunya contoh kedigdayaan seorang istri, seorang perempuan. Yang kembali bisa menyanggul rambutnya dengan terhormat dan gagah meskipun melalui keramas darah. [ ARSWENDO ATMOWILOTO: Koran SINDO - Sabtu,  1 Maret 2014  ]
Tags: