Mau Jadi Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Penipu Rakyat?

0
Almarhum Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah mengritik bahwa anggota DPR seperti taman kanak-kanak (TK). Kritikan Gus Dur itu memang tidak salah, alias cukup masuk akal, baik semenjak Gus Dur masih hidup maupun hingga masa kini. Contoh di masa kini setidaknya dapat dibaca dalam sikap anggota Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang lucu-lucu. Kenapa anggota Pansus Hak Angket KPK di DPR lucu-lucu?
Mural korupsi di Jakarta.(foto BBC)                 
Pernyataan terlucu datang dari Muhammad Misbakhun, salah seorang anggota Pansus Hak Angket KPK. Anggota legislatif itu menyarankan DPR agar membekukan anggaran KPK-Polri pada tahun 2018. Alasannya hanya sepele, karena KPK-Polri menolak menghadirkan Miryam S Haryani ke DPR terkait Pansus Hak Angket KPK. Anehnya, usulan pembekuan anggaran KPK-Polri mendapat dukungan dari anggota Pansus Hak Angket KPK. Di sinilah letak lucunya; pantaskan lembaga penegak hukum sekelas KPK dan Polri dikenai pembekuan anggaran hanya karena menolak menghadirkan seorang Miryam S Haryani ke DPR? Pertanyaan yang muncul kemudian adalah; sepenting apakah posisi seorang Miryam S Haryani jika dibandingkan dengan lembaga penegak hukum sekelas KPK dan Polri?

Menyoal Kewarasan Anggota DPR
Kalau tugas-tugas KPK dan Polri dalam memberantas korupsi dan menjaga keamanan negara sampai macet akibat pembekuan anggaran, di manakah letak fungsi DPR sebagai Dewan Perwakilan Rakyat? Bila pembekuan anggaran itu benar-benar dilakukan dan dampaknya bisa melumpuhkan KPK dan Polri, bukankah DPR bisa disebut sebagai Dewan Penipu Rakyat? Sebab, jika KPK dan Polri tak bisa bertugas dengan baik karena tak ada anggaran operasional, bulankah bisa menimbulkan situasi darurat (korupsi meraja lela dan gangguan kemanan terjadi di mana-mana)?

Benar sekali bahwa DPR punya wewenang mengawasi dan mengevaluasi lembaga-lembaga pemerintah, termasuk KPK dan Polri. Benar sekali bahwa DPR punya Hak Angket dan wewenang lain-lain. Tapi masalahnya, pantaskan pembekuan anggaran dikenakan kepada KPK dan Polri pada tahun 2018 nanti? Apakah anggota Pansus Hak Angket KPK di DPR tidak berpikir bahwa operasional Polri untuk menjaga keamanan Indonesia dari Sabang sampai Merauke membutuhkan anggaran yang tidak sedikit? Di manakah letak kewarasan anggota Pansus Hak Angket KPK di DPR, jika sampai terjadi gangguan keamanan karena Polri tak punya anggaran operasional? Di manakah letak kewarasan anggota Pansus Hak Angket KPK di DPR, jika korupsi di Indonesia malah merajlela karena KPK tak punya anggaran operasional untuk pemberantasan korupsi?

Coba tengok saja tingkat keparahan korupsi di Indonesia yang dinilai masih tinggi. Menurut Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (CPI) 2016 yang diumumkkan Transparency International Indonesia (TII), negara tercinta Indonesia ini menempati urutan ke-90 dari 176 negara yang diukur di dunia. Artinya, upaya pemberantasan korupsi di Indonesia harusnya lebih diperkuat lagi.

Wajar saja bila para seniman, budayawan, aktivis antikorupsi dan masyarakat pembenci koruptor melakukan Gerakan "Indonesia Waras" untuk mendukung KPK dan menyatakan menolak hak angket yang digulirkan DPR terhadap KPK. Wajar pula jika Mahfud MD, yang mewakili ratusan guru besar hukum dari universitas negeri maupun swasta di Indonesia, juga memberikan dukungan terhadap KPK. Mahfud MD menilai pengguliran hak angket dan pembentukan pansus angket cacat hukum. Subjek dan objek yang dituju sangat keliru, sebab KPK bukan lembaga pemerintahan. Karena itu, Mafud  mengimbau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar tak mengikuti keinginan DPR terkait hak angket.

Masyarakat Perlu Awasi DPR
Meski pembentukan pansus angket dinilai cacat hukum, anggota DPR tetap ngotot melakukan pembentukan Pansus Hak Angket KPK.Celakanya, anggaran negara yang akan dipakai Pansus Hak Angket KPK  diperkirakan mencapai Rp 3,1 miliar. Hal itu diungkapkan Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa  seperti dilansir Kompas (8/6/2017).  Dan kini, Pansus Hak Angket KPK malah mengusulkan pembekuan anggaran untuk KPK dan Polri.

Untuk itu, sikap lucu anggota Pansus Hak Angket KPK di DPR ini, pantas dipantau oleh masyarakat. Kalau anggota Pansus Hak Angket KPK memang ingin menunjukan diri sebagai Dewan Perwakilan Rakyat, mestinya hal itu diwujudkan dengan kerja-kerja positif yang arahnya untuk membangun bangsa menjadi lebih baik. Namun, jika tindakan anggota Pansus Hak Angket KPK di DPR malah menimbulkan dampak menghancurkan negara, lama-lama DPR bisa dituduh sebagai Dewan Penipu Rakyat dan hal ini bisa berbuntut menimbulkan tuntutan pembubaran DPR. Nah, kini DPR tinggal pilih sendiri; mau jadi Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Penipu Rakyat?

Semoga saja para anggota Pansus Hak Angket KPK bisa menunjukkan kewarasannya sebagai Dewan Perwakilan Rakyat. Jangan sampai terjadi, para wakil rakyat yang seharusnya dihormati itu malah mendapat sebutan Dewan Penipu Rakyat. Bukan begitu? (@SutBudiharto)

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)