Indonesia
merupakan negara yang sangat beragam suku, ras, budaya dan agamanya.
Keberagaman itu sudah disatukan sebagai kekuatan besar ketika para
pendiri bangsa ini bersepakat membentuk Negara Indonesia yang
diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Namun persatuan dan keberagaman
Indonesia itu dapat terancam pecah bila ada yang melakukan politisasi
agama atau SARA (suku, agama, ras dan aliran kepercayaan). Kenapa
persatuan dan keberagaman Indonesia bisa terancam pecah oleh politisasi
agama atau SARA? Bila konflik yang membawa isu SARA sampai meletus, maka
masalahnya akan sulit diatasi sebagaimana terjadi di berbagai negara.
Bila
tidak percaya cobalah datang ke negara-negara yang mengalami konflik
dengan membawa isu SARA. Contoh konflik yang melibatkan isu SARA antara
lain terdapat dalam Konflik Israel-Palestina (antara Islam dengan
Yahudi), Konflik di Irlandia Utara (antara Katolik dan Protestan),
Konflik di Kashmir (antara Islam dengan Hindu), Konflik di Filipina
Selatan (antara Islam dengan Katolik), Konflik di Thailand Selatan
(antara Islam dengan Budha).
Contoh
konflik berbau agama di atas
sudah berlangsung sejak lama dan sulit diselesaikan hingga kini. Di luar
contoh tersebut, ada sejumlah konflik serupa di negara lain yang juga
membawa-bawa isu agama. Misalnya, konflik Kristen-Islam di Republik
Afrika Tengah dan Nigeria. Konflik terhangat yang paling dekat dengan
Indonesia adalah konflik Rakhine di Myanmar (baca; Konflik Rohingya).
Konflik yang menimpa kaum Rohingya ini juga membawa-bawa agama
Islam-Budha.
Politisasi Agama Bisa Membahaykan Indonesia
Anehnya,
ketika konflik Rohingya di Rakhine memanas, ada pihak tertentu yang
berupaya "mengmpor" isu Rohingya ke Indonesia. Upaya "impor" masalah
Rohingya ke Indonesia tersebut dapat dilihat dari maraknya penggirngan
opini publik melalui berita dan foto hoax di media internet yang
mengarah pada sentimen SARA. Celakanya, di antara pelaku pengedar hoax
dan penggalan opini itu, juga terdapat tokoh politik ternama di
Indonesia. Hal ini patut diwaspadai karena bisa memicu konflik lebih
serius di dalam negeri Indonesia sendiri. Untuk
itu, masyarakat Indonesia mesti harus berhati-hati pada informasi media
internet yang mengarah pada "politisasi agama" (suku, agama, ras dan
aliran
kepercayaan/SARA) di Indonesia.
Kenapa
harus waspada dan berhati-hati pada politisasi agama (SARA)? Ada
baiknya mencermati kajian ilmiah Sandy Nur Ikfal Raharjo (Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia) yang berjudul "Peran Identitas Agama dalam
Konflik di Rakhine Myanmar 2012-2013". Dalam kajian Sandy Nur Ikfal Raharjo itu disebutkan bahwa
konflik yang membawa isu agama, umumnya berpotensi menjadi konflik yang
sangat sulit untuk diselesaikan (intractable conflict/unnegotiable
conflict) dan bisa berlangsung lama (Jeong, 2008). Selain itu, konflik
berbasis agama juga dapat menjadi semakin rumit apabila melibatkan isu
etnisitas, di mana kelompok-kelompok etnis tertentu menjadi pemeluk dari
agama yang berbeda sehingga dikenal dengan istilah konflik etnis dan
agama (ethnoreligious conflict) (Fox 2002; Kadayifci-Orellana 2009).
Kenapa
agama (SARA) sulit diselesaikan? Ada ambivalensi agama dalam kehidupan
manusia di dunia ini. Di satu sisi, agama mengajarkan
kebaikan dan perdamaian, tetapi pada sisi lain sering menjadi isu
penyebab pecahnya konflik dan kekerasan (Appleby 2000; Basedau dkk.
2011; Philpott 2007). Dalam konteks ini, Kimball (2003) seperti dikutip
oleh, Taufik (2014)
menjelaskan bahwa ada lima faktor yang membuat agama dapat menjadi busuk
dan mendorong terciptanya kekerasan, yaitu klaim kebenaran mutlak,
kepatuhan buta pada pemimpin agama, kecenderungan pada zaman ideal,
pembenaran segala cara untuk mencapai tujuan, dan penyeruan perang suci
yang ofensif.
Cara Mudah Mencegah Konflik SARA di Indonesia
Negara
kita sebenarnya punya perangkat hukum untuk mencegah timbulnya konflik SARA maupun mencegah penyebaran hoax di Indonesia. Terlebih, dasar negara Indonesia bukan negara agama, tapi
sudah final hanya berdasarkan Pancasila. Semoga saja para aparatur negara
dapat menjalankan
tugasnya dengan baik dalam menjaga persatuan dan kergaman Indonesia.
Namun akan lebih baik bila masyarakat ikut berperan aktif dalam menjaga
persatuan dan kergaman Indonesia. Caranya tidak terlalu rumit, cukup
menghindari berita-berita hoax yang provokatif dan memetakan para tokoh
politik yang berupaya melakukan "politisasi agama (SARA). Bila mendapati
berita hoax laporkan kepada pihak yang berwenang. Bila mendapati tokoh
politik yang berupaya melakukan "politisasi agama (SARA)", langsung
masukkan dalam daftar "black-list", kemudia jangan dipilih menjadi
pejabat dalam setiap pemilihan umum.
Begitulah
cara termudah untuk mencegah timbulnya konflik SARA demi menjaga
persatuan dan kergaman Indonesia. Sungguh kasihan anak cucu bangsa ini
bila sampai diwarisi konflik SARA yang berkepanjangan seperti yang
terjadi dalam Konflik Israel-Palestina (antara Islam dengan Yahudi),
Konflik di
Irlandia Utara (antara Katolik dan Protestan), Konflik di Kashmir
(antara Islam dengan Hindu), Konflik di Filipina Selatan (antara Islam
dengan Katolik), Konflik di Thailand Selatan (antara Islam dengan
Budha). Lebih baik mencegah lebih dini ketimbang menghadapi letupan
konflik berdarah seperti yang dialami Rohingya di Myanmar. Bila tak ingin konflik Rohingya pindah ke Indnoesia, mari kita lawan penyebar hoax dan blacklist para pelaku politisasi agama di Indonesia.
Bukan begitu? (@SutBudiharto)
Bukan begitu? (@SutBudiharto)