Kenapa Islam Indonesia yang Cinta Damai Kini Dinodai Aksi-aksi Intoleran dan Teror Bom? Ini Jawabnya


Masyarakat Islam Indonesia dikenal cinta damai sejak dulu. Bahkan, saat penyebaran Islam di Indonesia, para wali tidak menggunakan pendekatan yang anarkhis. Tak aneh, bila Presiden Afghanistan ingin belajar dari Indonesia dalam membangun kerukunan dalam keberagaman. Sayangnya, masyarakat Islam Indonesia dikenal cinta damai ini kini sering dinodai oleh munculnya aksi-aksi intoleran, bahkan teror peledakan bom. Kasus terbaru adalah teror peledakan bom di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur, pada Minggu 13 Mei 2018.

Pertanyaan yang muncul adalah: kenapa kini banyak aksi-aksi intoleran dan teror bom di Indonesia? Siapa penyebabnya? Ahmad Asrori (IAIN Raden Intan Lampung) membahas masalah ini dalam tulisan Radikallisme di Indonesia: Antara Historisitas dan Antropisitas yang dipublikasikan dalam Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam - Kalam: Volume 9, Nomor 2, Desember 2015. Berikut nukilan dari analisa Ahmad Asrori.

Radikallisme di Indonesia: Antara Historisitas dan Antropisitas
Ahmad Asrori mengakui, secara historis munculnya Islam di Indonesia sangat damai dan toleransi relevan dengan apa yang diajarkan oleh para wali melalui singkronitas budaya lokal, bahan saling dapat hidup damai berdampingan dengan umat lain yang hidup masa itu. Namun sangat disayangkan dengan perkembangan zaman dan tuntutan stratifikasi sosial di tengah masyarakat Indonesia yang begitu luas, maka bermunculanlah sekte-sekte, aliran-aliran, dan mazhab-mazhab baru yang mengatasnamakan Islam. Di sisi lain ada pengaruh pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab atau Wahabi yang mendorong tumbuhnya radikalisme.

Menurut Ahmad Asrori, radikalisme muncul di Indonesia disebabkan seiring perubahan tatanan sosial dan politik. Di luar itu, kehadiran orang-orang Arab muda dari Hadramaut Yaman ke Indonesia yang membawa ideologi baru ke tanah air, turut mengubah konstelasi umat Islam di Indonesia. Ideologi baru yang mereka bawa lebih keras dan tidak mengenal toleransi, sebab banyak dipengaruhi oleh mazhab pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab atau Wahabi yang saat ini menjadi ideologi resmi pemerintah Arab Saudi.

Secara historisitas, menurut kajian Ahmad Asrori, munculnya radikalisme di Indonesia disebabkan oleh tiga faktor mendasar.

Faktor pertama adalah perkembangan di tingkat global: Kelompok - kelompok radikal menjadikan situasi di Timur Tengah sebagai inspirasi untuk mengangkat senjata dan aksi teror. Apa yang terjadi di Afghanistan, Palestina, Irak, Yaman, Syiria, dan seterusnya dipandang sebagai campur tangan Amerika, Israel, dan sekutunya.

Faktor kedua adalah terkait dengan kian tersebar luasnya paham Wahabisme yang mengagungkan budaya Islam ala Arab yang konservatif. Dalam kaitannya dengan radikalisme, Wahabisme dianggap bukan sekadar aliran, pemikiran, atau ideologi, melainkan mentalitas. Ciri mental itu antara lain gemar membuat batas kelompok yang sempit dari kaum muslimin, sehingga dengan mudah mereka mengatakan di luar kelompok mereka adalah kafir, musuh, dan wajib diperangi.

Faktor ketiga adalah karena kemiskinan: Walaupun hal ini tidak berpengaruh langsung terhadap merebaknya aksi radikalisme. Hal utama yang kemungkinan membuat keterkaitan antara kemiskinan dan radikalisme adalah perasaan termarjinalkan. Situasi seperti itu menjadi persemaian subur bagi radikalisme dan terorisme.

Solusi Mengatasi Radikalisme di Indonesia
Sedangkan cara tepat di dalam antropisitas radikalisme di Indonesia, menurut Ahmad Asrori, harus dilakukan dengan kerja sinergis multipihak, yakni melalui jalur Peran Pemerintah; Peran Institusi Keagamaan dan Pendidikan; Peran Masyarakat Sipil; Beberapa Isu Kritis; Peran Deradikalisasi; Rehabilitasi dan Reintegrasi; dan Pendekatan Kesejahteraan.

Solusi yang ditawarkan Ahmad Asrori itu ada benarnya. Karena itu, semua elemen bangsa Indonesia harus bersatu padu melakukan kerja sinergis untuk menghilangkan radikalisme di Indonesia dan membangun lagi Islam cinta damai yang telah dibangun para nenek moyang Indonesia sejak dulu.
Tags: