Munculnya Orang-orang Aneh di Media Sosial Pasca Teror Bom Surabaya: Tanda Indonesia dalam Bahaya (?)

Pasca teror bom bunuh diri meledak di Surabaya, banyak bermunculan orang-orang aneh yang menulis pernyataan sangat janggal di media sosial. Celakanya, di antara orang-orang aneh ini terdapat pegawai negeri yang menjabat sebagai kepala sekolah, yakni Fitri Septiani Alhinduan (FSA). Kenapa mereka tidak bersimpati kepada para korban bom, tapi malah memposting pernyataan aneh di media sosial?

Menyusul serangkaian bom bunuh diri di Surabaya, FSA mengunggah status di akun facebook miliknya. Seperti ini status FSA: "Sekali mendayung 2-3 pulau terlampaui. Sekali ngebom: 1. Nama Islam dibuat tercoreng ; 2. Dana trilyunan anti teror cair; 3. Isu 2019 ganti presiden tenggelam. Sadis lu bong… Rakyat sendiri lu hantam juga. Dosa besar lu..!!!."

FSA juga menulis status tragedi Surabaya sebuah drama yang dibuat polisi agar anggaran Densus 88 Antiteror ditambah. “Bukannya ‘terorisnya’ sudah dipindahin ke NK (Nusakambangan)? Wah ini pasti program mau minta tambahan dana anti teror lagi nih? Sialan banget sih sampai ngorbankan rakyat sendiri? Drama satu kagak laku, mau bikin drama kedua,” tulisnya.


Status ini dinilai meresahkan, hoaks, dan cenderung menyebarkan ujaran kebencian. Aparat Satuan Reskrim Polres Kayong Utara akhirnya menangkap FSA. Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalimantan Barat telah menetapkan oknum guru FSA sebagai tersangka penyebar hoaks soal serangan bom Surabaya. Kini, dia pun ditahan kepolisian.

Kepala sekolah di sebuah sekolah di Kayong Utara, Kalimantan Barat itu, ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik melakukan gelar perkara dan memeriksa tersangka. Polisi menemukan alat bukti yang cukup untuk menaikkan statusnya sebagai tersangka.

Penyidik akan menjerat FSA dengan pasal 45A ayat 2 jo pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. “Statusnya tersangka,” ujar Kabid Humas Polda Kalbar, Kombes Nanang Purnomo.

Nanang menjelaskan FSA dijerat dengan pasal 45A ayat 2 Jo pasal 28 ayat nomor 2 UU 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Ancaman penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal 1 miliar.

Bukan hanya FSA yang bersikap aneh. Sejumlah pengguna media sosial juga ada yang menuliskan pernyataan-pernyataan aneh. Salah satu contohnya terdapat dalam facebook R Ilham Yusuf. Dia tidak bersimpati kepada para korban bom, tapi malah memposting pernyataan aneh di media sosial seperti ini.





Pemilik akun facebook Habib Abdurrahman Hanif juga menulis status yang aneh. Dia tidak bersimpati kepada para korban bom, tapi malah memposting pernyataan aneh di media sosial seperti ini.





Gejala Aneh di Indonesia
Di antara pengguna media sosial yang berpikiran aneh, ada yang berupaya mengalihkan perhatian dengan membuat opini bahwa teror bom adalah rekayasa penguasa. Sementara pengguna media sosial lainnya malah ada secara terang-terangan mendukung aksi teror tersebut.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah: apakah para pengguna facebook yang berpikiran aneh ini merupakan bagian para aktor pendukung teroris yang ingin membuat kacau Indonesia? Semoga para aparatur kemanan segera bertindak mengusut para penguna media sosial tersebut. Yang pasti, kini sudah banyak gejala aneh di Indonesia.

Gejala aneh di Indonesia ini juga sudah diungkap oleh Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), Sidney Jones. Menurut Sidney Jones, saat ini ISIS sudah menjadikan propaganda hubungan keluarga sebagai seruan dalam menjalankan terornya. Propaganda tersebut di galangkan oleh ISIS dengan mendorong adanya peranan perempuan.

"ISIS dari awalnya mengarahkan propaganda terhadap keluarga dan mengajak keluarga berhijrah ke khilafah. Ada peranan untuk semua perempuan bisa menjadi ustadzah, anak-anak dilihat sebagai anak singa yang bisa dilatih untuk nanti jadi tentara," ujarnya melalui pesan singkat kepada Media Indonesia, Rabu (16/5).

Pengamat terorisme dari Istitute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, juga mengungkapkan hal senada. Disebutkan, saat ini telah terjadi pergeseran peran perempuan dalam konteks keluarga sebagai ibu dalam aksi-aksi teror. Hal itu dilatarbelakangi karena perempuan memiliki ikatan yang lebih dekat khusunya dalam memanipulasi anak-anak mereka agar ikut terlibat dalam aksi-aksi teror.


Untuk itu, bila masyarakat ada yang menemukan gelaja aneh lainnya, sudah selayaknya segera melapor kepada pihak berwajib sebagai upaya pencegahan dini kemungkinan munculnya terorisme susulan. Bagaiamanapun, munculnya para pengguna media sosial yang berpikiran aneh itu telah menandakan bahwa Indonesia saat ini memang dalam kondisi yang berbahaya dari virus terorisme. Gejala bahaya virus terorisme itu setidaknya sudah terlihat menyusul munculnya serangkaian teror dari Surabaya hingga ke Mapolda Riau. Sehingga masyarakat juga harus aktif menantisipasi timbulnya tindakan radikal yang dimulai dari lingkungan keluarga sendiri seperti yang disarankan oleh pengamat terorisme dari Istitute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi.