Masa Menjelang Revolusi Keraton dan Kehidupan Politik Surakarta (1912-1942) - II

0

Masa Menjelang Revolusi Keraton dan Kehidupan Politik Surakarta,1912-1942
(Karya Goerge D.Larson diterjemahkan oleh Dr.A.B.Lapian)
[Bagian Kedua]


BAB II
KERATON DAN SAREKAT ISLAM

Dalam tulisan ilmiah tentang Indonesia hanyabdiperhatikan sedikit tentang peranan vorstenlanden di jawa tengah namun di Yogyakarta tempat lahirnya boedi oetomo, partai poitik sesungguhnya lahir dengan dukungan keluarga pakualaman tahun 1908.muncunya vorstenlanden organisasi-organisasi kebangsaan pertama di Indonesiabukan suatu hal yang mengherankan. Menurut salah seorang penulisJ.Th. Petrus Blumberger daerah vorstlenden adalah tempat “jantung Jawa berdenyut”

Meski daerah jawa terpisah-pisah namun daerah kerajaan ini adalah kenangan yang memiliki kemegahan masa lampau dan bekas kesatuan kerajaan Mataram sehingga menimbulkan rasa nasionalisme tesendiri. Seperti yang di catat oleh D.A Rinkes tahun 1913, asisten untuk penasehat untuk urusan bumi putera, gagasan untuk merestorasikerrajaan mataram tidak pernah mati.Hal ino dapat dilihat dari pengaruh sarekat Islam dalam mempengaruhi pemikiran istana pada masa kolonialisasi. Rinkes terlalu cepat puasmenolak kemingkinan bahwa raja akan menerima dengan baik gagasan untuk melaksanakan restorasi demikian, karena menurutnya pengaruh Eropa sangat kuat mendukung posisi mereka guna mendukung eksistensi mereka di mata rakyat.

awal abad X raja dan aristokrat dihadapkan pada prospek campur tangan Belanda dalam urusan mereka sehingga terjadi pengurangan status mereka yang drstis dan menyakitkan hati. Sehingga mereka melihat alsan guna melakukan pergerakan kebangsaan dengan simpati sebagai suatu cara memperkuat kedudukan dan prestis mereka.

Cara yang tidak langsung, untuk menghindari konfrontasi terbuka adalah dengan menonjolkan kebudayaan Jawa. Begitu pula disimulasikan(sikap berpura-pura) dipermukaan terlihat bersahabat namun bila mereka tidak awas mereka akan tertipu. Pola menarik lain adalah yang ditemukan di sejarah jawa yaitu beberapa kali suatu gerakan anti Belanda diilhami oleh istana akan gagal, kemudian diingkari dan raja meminta maaf dan mencoba menjatuhkan kesalahan kepada seseorang yang dikambinghitamkan. Jarang ada kecurigaan yang ditujukan pada raja.

Tokoh sentral dalam kerajaan Surakarta”paku dunia”-Paku Buwono- tetap merupakan seorang yang eflusif(sukar dipahami), membingungkan dan barang kali  dianggap enteng oleh serangkaian resioden dan gubenur yang berkuasa. Selain itu ia juga dianggap kurang berpendidikan karena tidak penah megeyam pendidikan ala Barat karena kekerasan hati sang ayah. Namun disamping itu terdapat sifat menonjol lain yaitu kedermawanannya ia ada;lah seorang yang mau membantu seseorang dan sopan terhadap orang lain. Namun disayangkan ia tidak mengenal nilai uang sehingga para pegawainya sering bingung menaggapi permintaannya akan uang.

Kebanyakan laporan Belanda tentang Susuhan menggambarkan ia seorang pesolek, lemah dan agak bodoh tetapi setia terhadap keluarganya serta pada keluarga kerajaan Belanda dan pemerintahan Hindia Belanda. Ia suka memakai pakaian resmi dan memamerkan tanda kebesarannya secara berlebihan. Ia memeluk agama yang sama seperti rakyatnya, kepercyaan tersebut dianggap tahyul bagi orang Eropa. Tetapi gambaran yang disajikan oleh Van Wijk dan diikuti oleh penulis lain ,beliau adalah orang yang lemah tubuh serta wataknya, yang sangat takut pada anggota keluarga kerajaan dan para pegawai tinggi di istana. Orang Belanda pada tahun 1899 risau akan kesehatannya karena menderita batu ginjal dan tidak bisa mengontrol gaya hidupnya , naun beliau mampu bertahan sampai usia72 tahun dan mangkat tahun 1939. Dengan memaksa wasir yang sudah tua supaya pensiun tahun 1916 dan diganti putra wasir yang lemah, maka kedudukan paku Buwono semakin diperkuat. Pertengahan 1920-an, Residen JH Nieuwenhuys(1924-1927) melaporkan bahwa Susuhan berangsur-angsur telah menjadi “despot”(raja yang lalim) dimana ia sangat disegani baik oleh garwa maupun putranya. Kata-katanya sangat menyengat dan tajam sehingga tidak ada yang berani melawan atau membawa kabar buruk. Gambaran tesebut diperkuat oleh keterangan gubenurM.B. Van Der Jagt(1927-1929) yaitu dengan mengatakan bahwa ia raja yang suka berfoya-foya dan tegas dalam tindakannya.

Keluhan yang umum dari para residen dan gubenur  adalah keengganan Susuhan dalam memahami urusan-urusan keraton dan keuangan baik pajak maupun urusan administrasi lainnya. Hal ini dipandang sebagai salah satu kelemahannya. Anehnya, adanya kemungkinan bahwa Susuhan menetabg usulanusulan tesebut tidak dipahami.

Meskipun tidak menaruh minat terhadap masalah keuangan dan administrasi keraton namun ia menaruh perhatian pada dua hal yaitu upacara dan politik. Meski mengeluarkan dua juta gulden setahun untuk keperluan istana namun ia menerapkanpola hidup sederhana berbeda dengan yang sering digambarkan. Sehingga guna mengurangi pengeluaran yang berlebihan maka pengadaan upacara mewah dibatasi. Tetapi Susuhan maupun anggota lain menentang secara fundamental karena istana akan kehilangan fungsi vitalnya. Karena itu Susuhan menjaga hal tersebut sanpai hal detailnya.

Bial Susuhunan dianngap  bodoh maka tidak mungkin ia mampu menyaksikan 10 pergantian gubenur dan 13 pergantian residen. Selain itu ia diberi julukan Wicaksana(Bijaksana). Selain itu ia mampu mengelak dari pergolakan dan mampu menjaga martabatnya sebagai penguasa pribumi Jawa yang terkenal.
Kesetiaanya terhadap Belanda tidak perlu dipertanyakan, karena pada saat ia naik tahta ia menanda tangani suatu perjanjian dimana tertukis bila ia gagal menjalankan kewajiban ia dapat disingkirkan selain itu dia juga mrenjalankan semua kewajibannya dengan baik sesuai catatan dari residen yang berkuasa.
 


[Sumber: Yudith Adhitya ]
Tags:

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)